Syarat-syarat dalam Perjanjian dan macam-macamnya






 Perjanjian
Pengertian perjanjian merupakan: “suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.”
Adapun asas-asas sebagai norma dasar dalam hukum perjanjian, terdiri dari:
(a) Asas Kebebasan Berkontrak
Artinya,setiap orang bebas melakukan hubungan perjanjian dengan siapapun.
Jadi asas ini memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
a. Membuat atau tidak membuat perjanjian.
b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun.
c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya.
d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
Asas kebebasan berkontrak ini juga dibatasi bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak tidak dilarang oleh  undang-undang, tidak bertentangan dengan  ketertiban umum dan tidak bertentangan dengan kesusilaan (Pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata).
(b) Asas Konsensualisme
Asas ini dapat diketahui dari Pasal 1320 ayat (1) Kitab Undang-undang  Hukum Perdata. Dalam pasal ini ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu  adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas  konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada  umumnya tidak diadakan  secara formal, tetapi cukup dengan adanya  kesepakatan kedua  belah pihak (lisan).
(c) Asas  Pacta Sunt Servanda
Asas ini disebut juga sebagai asas kepastian hukum, asas ini berhubungan dengan akibat  perjanjian, Asas Pacta Sunt Servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh  para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang,  mereka tidak boleh  melakukan intervensi terhadap substansi perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Asas ini dapat diketahui dari Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.
(d) Asas Itikad Baik
Asas itikad baik dapat diketahui dari Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undangundang Hukum Perdata, yaitu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas itikad baik merupakan  asas bahwa para pihak yaitu pihak  kreditur dan debitur, harus melaksanakan substansi perjanjian berdasarkan kepercayaan dan keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.
(e) Asas Kepribadian
Merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat perjanjian hanya untuk kepentingan perseorangan saja.  Hal ini dapat diketahui dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Pasal 1315 Kitab Undangundang Hukum Perdata menyebutkan pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.
Sesuai dengan KUH perdata pasal 1320 syarat-syarat sahnya suatu perjainjian ada 4 syarat yaitu sepakat untuk mengikatkan dirinya, cakap untuk membuat suatu perjanjian, mengenai suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal. Sedangkan unsur dari perjanjian adalah ada pihak-pihak sedikitnya dua orang, adanya persetujuan antara pihak-pihak tersebut, adanya tujuan yang hendak dicapai, adanya prestasi yang akan dilaksanakan, adanya bentuk tertentu baik lisan maupun tertulis, dan adanya syarat tertentu sebagai isi perjanjian.

2.2 Perjanjian jual beli
Berdasarkan Pasal 1457 KUH Perdata Jual Beli adalah “suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”. Lahirnya suatu perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata disebabkan adanya kesepakatan dari para pihak (Asas Konsensualisme). Sehingga perjanjian jual beli dianggap telah terjadi pada saat dicapai kata sepakat antara penjual dan pembeli, hal yang demikian ini telah diatur dalam Pasal 1458 KUH Perdata yang menyatakan bahwa “jual beli dianggap sudah terjadi antara para pihak seketika setelah mereka mencapai kata sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar” Dengan demikian jual beli itu sebenarnya sudah terjadi pada waktu terjadinya kesepakatan tersebut.

2.3 Perjanjian sewa-menyewa
Didalam Pasal 1548 KUH Perdata pengertian sewa-menyewa adalah “suatu perjanjian yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya”. Dan saat terjadinya perjanjian sewa-menyewa, sama halnya dengan perjanjian jual beli yang telah dijelaskan sebelumnya adalah suatu perjanjian konsensual yaitu sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsur-unsur pokok, yaitu barang dan harga.
Hak utama penyewa atas perjanjian sewa menyewa adalah memperoleh hak pemakaian atas barang yang disewanya dalam keadaan baik dari orang yang menyewakan sesuai dengan apa yang diperjanjikan. Sedangkan hak dari pihak yang menyewakan adalah menerima pembayaran harga atas benda yang disewakannya kepada penyewanya.


2.4 Wanprestasi dan berakhirnya perjanjian
Wanprestasi adalah  suatu kesengajaan atau kelalaian si debitur yang mengakibatkan ia tidak dapat memenuhi prestasi yang harus dipenuhinya dalam suatu perjanjian dengan seorang kreditur atau si berhutang. Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi, adalah sebagai berikut:
Tidak memenuhi prestasi sama sekali;
Memenuhi prestasi tetapi tidak dapat pada waktunya;
Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru;
  • Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
  • Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang  dijanjikan;
  • Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
  • Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Sedangkan suatu perjanjian akan hapus atau berkahir apabila terjadi minimal salah satu dari kondisi-kondisi berikut dibawah ini:
  • Karena pembayaran;
  • Karena penawaran;
  • Karena pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpangan atau  penitipan;
  • Karena perjumpaan utang atau kompensasi;
  • Karena percampuran utang;
  • Karena pembebasan utang;
  • Karena musnahnya barang yang terutang;
  • Karena kebatalan dan pembatalan;
  • Karena berlakunya syarat batal;
  • Karena lewat waktu.