HAM dalam Sosial Politik (sospol) masyarakat






KATA PENGANTAR

Komnas HAM RI Perwakilan Propinsi Sumatera Barat diresmikan berdasarkan Surat Keputusan Ketua Komnas HAM Indonesia No.065/KOMNAS HAM/VIII/2000. Berdasarkan SK tersebut ada tiga kewenangan yang diserahkan kepada Komnas HAM Perwakilan Propinsi Sumatera Barat yaitu kewenangan dalam menjalankan fungsi pendidikan dan penyuluhan, pemantauan dan investigasi dan kewenangan dalam menjalan fungsi pra mediasi. Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Ketua Komnas HAM Indonesia No.24/KOMNSA HAM/VIII/2003 mendelegasikan satu fungsi lagi kepada Komnsa HAM Perwakilan Propinsi Sumatera Barat yaitu funsi pengajian dan penelitian.
Sesuai dengan UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Komnsa HAM bertujuan untuk mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia serta meningkatkan perlindungan dan penegakan ham khususnya dalam wilayah Propinsi Sumatera Barat. Pasal 97 Undang-undang dimaksud kemudian menjelaskan bahwa Komnas HAM berkewajiban untuk menyampaikan Laporan Tahunan tentang pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenangnya, serta kondisi ham perkara-perkara yang ditanganinya. Laporan Tahunan 2012 ini dimaksudkan juga sebagai bentuk pertanggungjawaban Komnas HAM Perwakilan Propinsi Sumatera Barat kepada publik.
Untuk maksud itu, Laporan Tahunan ini memuat gambarab kondisi HAM di Sumatera Barat tahun 2012, kegiatan institusinal Komnas HAM Sumatera Barat berdasarkan fungsi yang dimandatkan Undang-undang HAM dan Komnas HAM Republik Indonesia.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………
DAFTAR  ISI……………………………………………………………….
BAB I  PENDAHULUAN………………………………………………….
1. Latar Belakang……………………………………………………….
2. Rumusan Masalah……………………………………………………
3. Tujuan ……………………………………………………………….
BAB II  PEMBAHASAN…………………………………………………..
BAB III  PENUTUP………………………………………………………..
1. Kesimpulan…………………………………………………………..
2. Saran…………………………………………………………………


BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri..
Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi. hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.
Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :
a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial, dan bangsa.
c. HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM.
2. Rumusan masalah
· Apa itu sipol?
· Bagaimana proses penyelesaian kasus sipol di Komnas HAM  Perwakilan Sumatera Barat?
· Apa Undang-undang yang mengatur kasus sipol?

3.  Tujuan
· Mengetahui pelanggaran/kasus yang dilaporkan ke Komnas HAM Sumatera Barat khusus kasus Sipol.
· Mengetahui cara penyelesaian/solusi kasus yang dilaporkan.
· Mengetahui undang-undang yang mengaturnya dan yang menindak lanjuti kasus tersebut.


BAB II
PEMBAHASAN

Hak Sipol (sipil dan politik) lebih mengarah pada hak-hak yang bersiat privat, sifatnya bukan dalam ranah public, walaupun hak hidup merupakan suatu kejahatan (pidana), tetapi hak di sini hak yang tak dapat dipisah-pisahkan menjadi ranah privat (diluar public). Hal ini diperkuat dalm bunyi DUHAM bahwa setiap orang berhak pengakuan sebagai manusia pribad dimana saja ia berada (pasal 6 DUHAM).
Jenis-jenis hak sipil termuat dalam UU No. 39/1999 antara lain: hak hidup, berkeluarga dan melanjutkan keturunan, mengembangkan diri, memperoleh keadilan, kekebasan pribadi, rasa aman, wanita, dan hak anak. Juga dalam wilayah hukum pidana seperti termuat dalam:
1. Asas legalitas, asa non retroaktif.
2. Keamanan kedudukan di muka hukum, dan asas praduga tidak bersalah.
Dalam hukum perdata seperti: hak asal usul seseorang, hak berstatus hukum yang jelas baik dalam kelahiran dan perkawinan, hak memperoleh pengakuan sebagai ahli waris dari kedua orang tuanya, termasuk hak perempuan dan anak seperti sebagai istri yang sah dari suaminya, hak melanjutkan keturunan, hak sebagai anak dalam status hukum yang jelas, hak biaya hidup dari orang tuanya, hak perlindungan harta kekayaan dari orang tua yang ditinggalkan. Ha ini juga diperkuat melalui pasal 103 Kompilasi hukum Islam bahwa akta kelahiran sebagai alat bukti asal ususl seorang anak. Lebih lanjut penjabaran hak sipil dan politik dapat dilihat dari berbagai perundang-undangan yang berlaku. UU RI No. 12 tahun 2005 bermuat tentang Kovenan Internasional tentang hak-hak Sipil dan Politik.
Kovenan mengukuhkan pokok-pokok HAM di bidang sipil dan politik yang tercantum dalam DUHAM sehingga menjadi ketentuan-ketentuan yang mengikat secara hukum dan penjabarannya mencakup pokok-pokok lain yang terkaiat. Kovenan tersebut terdidri dari pembukaan dan pasal-pasal yang mencakup 6 bab dan 53 pasal.
Suasana Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur mewarnai penurunan DUHAM ke dalam instrumen hukum HAM internasional. Pertarungan antara ide sosialisme (Blok Timur) dan individualisme liberal (Blok Barat) menjadikan instrumen hukum sebagai turunan DUHAM dalam bentuk kovenan menjadi Kovenan Sipol dan Kovenan Ekosob.
Kovenan Sipol pada dasarnya memuat ketentuan mengenai pembatasan penggunaan kewenangan oleh aparatur represif negara. Sehingga dalam hal ini hak-hak yang diatur di dalamnya disebut juga hak-hak negatif (negatif rights). Artinya, hak-hak dan kebebasan yang diatur dijamin di dalamnya akan dapat terpenuhi apabila peran negara terbatasi atau terlihat minus. Sedangkan kovenan Ekosob justru menuntut peran maksimal negara. Negara justru melanggar hak-hak yang dijamin di dalamnya apabila negara tidak berperan secara aktif atau menunjukkan peran minus. Sehingga hak-hak di dalam kovenan Ekosob disebut juga hak-hak positif (positif rights).
Hak-hak yang termuat di dalam Kovenan Sipol dibagi atas hak-hak dalam jenis hak-hak yang tidak boleh dibatasi (non-derogable rights) dan hak-hak yang boleh dibatasi (derogable rights). Non-derogable rights terdiri dari: (a) hak untuk hidup (rights to life); (b) hak bebas dari penyiksaan (rights to be free from torture); (c) hak bebas dari perbudakan (rights to be free from slavery); (d) hak bebas dari penahanan karena gagal memenuhi perjanjian (utang); (e) hak bebas dari pemidanaan yang berlaku surut; (f) hak sebagai subjek hukum; (g) hak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan agama.
Sedangkan hak-hak yang boleh dibatasi (derogable rights) antara lain: (a) hak atas kebebasan berkumpul secara damai; (b) hak atas kebebasan berserikat; termasuk membentuk dan menjadi anggota sarekat buruh; dan (c) hak atas menyatakan kebebasan menyatakan pendapat atau berekspresi; termasuk kebebasan mencari, menerima dan memberikan informasi dan segala macam gagasan tanpa memperhatikan batas (baik melalui lisan maupun tulisan). Hak-hak ini hanya dapat dibatasi tanpa diskriminasi dengan alasan: (a) Menjaga ketertiban umum, moralitas umum, kesehatan atau keamanan nasional; dan (b) menghormati hak atau kebebasan orang lain.
Negara bertanggungjawab penuh menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak Sipol secara mutlak dan harus segera dilaksanakan (immediately), tidak dapat ditunda-tunda. Disamping itu, Negara juga harus melakukan tindakan pemulihan bagi para korban pelanggaran hak atau kebebasan dalam Kovenan Sipol secara efektif.
Untuk mekanisme pengawasan Kovenan ini dibentuklah Komisi Hak Asasi Manusia yang beranggotakan 18 orang. Untuk melakukan pengawasan, Kovenan Sipol ditambahkan satu Protokol yang bersifat pilihan (Protocol Optional to theInternational Covenant on Civil and Political Rights). Pengawasan oleh Komite dapat dilakukan melalui tiga cara:
1. Sistem laporan berkala (Wajib). Cara ini memungkinkan dilakukannya komunikasi antara Komite dengan Negara dan dapat diukur tingkat kepatuhan negara atas Kovenan;
2. Pengaduan antar negara (Opsional). Suatu negara yang menganggap telah terjadi pelanggaran kovenan oleh negara lain dapat meminta perhatian negara bersangkutan akan fakta tersebut. Mekanisme ini hanya bisa dilakukan bila sudah ada persetujuan untuk terikat pada mekanisme ini sebelumnya. Negara yang dituding harus menanggapi tudingan itu dalam waktu tiga bulan. Bila dalam waktu enam bulan belum negara-negara tersebut tidak dapat menyelesaikan persoalan tersebut, maka salah satunya dapat mengajukan masalah ini kepada Komite. Bila Komite tidak dapat menyelesaikannya, Komite dapat membuat Komisi Perdamaian Ad Hocmenyelesaikan masalah ini;
3. Pengaduan Individual (Opsional). Individu yang menjadi korban pelanggaran Hak Sipol dapat berhubungan langsung dengan Komite tanpa melalui perantara negara. Dalam pengalamannya, pengaduan yang diterima Komite adalah pengaduan yang memenuhi syarat sebagai berikut:(i) Pengaduan tertulis yang berasal dari individu yang menyatakan diri sebagai korban;(ii) Pengaduan tersebut tidak sedang diproses dalam penyelesaian internasional yang lain; (iii) Korban harus menunjukkan bahwa dia sudah mengupayakan semua prosedur hukum yang tersedia di negaranya; (iv) Pengaduan tersbut didukung oleh fakta-fakta yang kuat.
Dalam pengalaman dan yurisprudensi Komite, pada kasus Massera Vs Uruguay,Komite dapat menerima pengaduan yang disampaikan oleh wakil atau pihak ketiga atas nama korban atas alasan adanya hubungan keluarga dekat antara Pihak yang mengadu dengan Korban. Kasus tersebut kemudian memastikan bahwa pihak ketiga yang mewakili korban tidak harus merupakan keluarga dekat korban.
Pengaduan tertulis oleh kelompok (Actio Popularis) tidak diterima oleh Komite. Hal ini pernah terjadi dalam kasus Mauritian Women. Begitu juga dengan pengaduan tertulis oleh suatu kelompok mengenai pelanggaran hak menentukan nasib sendiri yang dilakukan oleh suatu negara.



Contoh kasus / lampiran kasus yang dilaporkan ke Komnas HAM Perwakilan Sumatera Barat:
Kasus tentang Sipol yang pernah ditangani oleh Komnas HAM Sumatera Barat yang dilaporkan oleh FM pada tanggal 1 Januari 2012 dengan kasus sebagai berikut:
Ø Pada tahun 1995 FM membeli tanah kepada alm. Ma dan An seluas 4 hektar. Tahun 1996 keluar sertifikat tanah tersebut, dimana tanah 4 hektar itu dimiliki berdua dengan adiknya (kZ).
Ø Tahun 1997 sawit yang ditanam sudah mulai berbuah, pada waktu itu alm. Ma dan An menyerahkan kepada FM untuk ikut bergabung dalam  Kelompok Tani XXX dan apabila FM dan adiknya masuk dalam kelompok tani maka akan dibayar dan diperhitungkan semua biaya-biaya awal penanaman dan hasil sawit diluar tanahnya.
Ø Menurut Ketua Kelompok Tani hasil sawit semuanya akan dibagi tahun 2001 tetapi sebelum itu FM gan KZ harus menandatangani akad kredit di Bank XXX, pada saat itu alm. Ma adalah sebagai pembuka lahan dan An adalah mandor 1 pada kelompok Tani.
Ø Tahun 2001 FM mendatangi ke Ketua Kelompok Tani untuk menanyakan hasil sawit nya tetapi alm. Ma mengatakan bahwa saat sekarang sawit tersebut tidak bisa dibagikan dengan alas an kondisi keuangan (krisis moneter) dan uangnya tidak cukup dan dijanjikan lagi akan dibayarkan tahun 2002.
Ø Tahun 2007 FM melaporkan kejadian penipuan yang dilakukan Kelompok Tani XXX e Polres setempat tetapi perkembangan tindak lanjutnya sampai sekarang belum ada.

Upaya yang telah dilakukan:
· Komnas HAM sumbar membuat surat tertangga l9 Desember 2011, nomor 000/P.Sipol/000/XII/2011, perihal permintaan klarifikasi terhadap pengaduan FM.
· Komnas HAM sumbar mebuat surat permintaan tanggapan tertanggal 23 Februari 2012, nomor: 00/P.Sipol/000/II/2012, perihal permintaan tanggapan terhadap jawaban kapolres setempat.
· Komnas HAM Perwakilan Sumatera Barat telah melakukan pemantauan ke tempat pada tanggal 3-5 Desember 2012.

Output (hasil):
Ø Adanya jawaban dari Kapolres setempat, teetanggal (tidak dibuat) Februari 2012, nomor: R/000/II/2012/Res.Pasbar, perihal Klasfikasi Penanganan Perkara Pengaduan FM.
 Ø Adanya surat Polda Sumbar tertanggal 14 Februari 2012, nomor: R/000/II/2012/Irwasda, perihal permintaan II tentang Tindak Lanjut Pengaduan Dari FM.
Ø Adanya pertemuan antara FM dengan Ketua dan Pengurus Kelompok Tani XXX yang difasilitasi oleh Polres setempat (hasil pertemuan tersebut belum ada hasil kesepakatan antara kedua belah pihak dan pihak kepolisian setempat menyarankan kepada FM untuk membuat surat ke kelompok tani untuk menanyakan dimana letak tanahnya dan apakah benar FM masih ada dalam kelompok tani sesuai dengan SK Bupati.
Ø Hasil pertemuan tim Komnas HAM Sumbar dilapangan dengan pihak Polres dan Ketua kelompok tani didapat hasilnya yang mana permasalahan terhadap FM adalah pada Bapak An karena An lah yang mengajak FM untuk ikut dalam kelompok tani sedangkan An sekarang tidak tahu keberadaannya.

Keterangan lanjutan kasus:
· Kasus selesai.
· Tim Komnsa HAM Perwakilan Sumbar merekomendasikan kepada FM untuk melakukan mediasi dengan kelompok tani meningat pengurus kelompok tani bersedia untuk menyelesaikan permasalahannya dan jika FM tidak bersedia dimediasi maka jalan lain adalah mengugat perdata ke pengadilan negeri Setempat.


BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi. hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.
Individu yang menjadi korban pelanggaran Hak Sipol dapat berhubungan langsung dengan Komite (komnas ham) tanpa melalui perantara negara. Dalam pengalamannya, pengaduan yang diterima Komite adalah pengaduan yang memenuhi syarat sebagai berikut:(i) Pengaduan tertulis yang berasal dari individu yang menyatakan diri sebagai korban;(ii) Pengaduan tersebut tidak sedang diproses dalam penyelesaian internasional yang lain; (iii) Korban harus menunjukkan bahwa dia sudah mengupayakan semua prosedur hukum yang tersedia di negaranya; (iv) Pengaduan tersbut didukung oleh fakta-fakta yang kuat.


2. Saran
Dengan adanya komnas HAM perwakilan sumbar kita bias lebih terjangkau bagi siapa saja dan bias di manfaatkan sebaik mungkin untuk melaporkan berbagai bentuk pelanggaran HAM. Akan tetapi ketika ingin mengadukan sebuah kasus sipol atau pun ekosob, kita harus memenuhi syarat-syarat tersebut yaitu: (i) Pengaduan tertulis yang berasal dari individu yang menyatakan diri sebagai korban;(ii) Pengaduan tersebut tidak sedang diproses dalam penyelesaian internasional yang lain; (iii) Korban harus menunjukkan bahwa dia sudah mengupayakan semua prosedur hukum yang tersedia di negaranya; (iv) Pengaduan tersbut didukung oleh fakta-fakta yang kuat.