HAM dan Kesehatan : penjelasan dan hubungannya




Membicarakan euthanasia (eu = baik, thanatos = mati, mayat), sebenarnya tidak lepas dari apa yang disebut hak untuk menentukan nasib sendiri (the right self of determination) pada diri pasien. Hak ini merupakan salah satu unsur utama dari hak asasi manusia dan karena itulah selalu menarik untuk dibicarakan. Kemajuan-kemajuan cara berpikir masyarakat telah menimbulkan kesadaran-kesadaran baru mengenai hak-hak tersebut. Demikian pula dengan berbagai perkembangan ilmu dan teknologi (khususnya dalam bidang kedokteran), telah mengakibatkan perubahan yang sangat dramatis dan berarti atas pemahaman mengenai euthanasia. Namun uniknya, kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat tadi rupanya tidak pernah diikuti oleh perkembangan dalam bidang hukum dan etika. 


Dalam dunia medis yang serba canggih, ternyata masih memerlukan tuntutan etika, moral, dan hukum dalam pelaksanaannya. Hal ini erat sekali kaitannya dengan penerapan hak asasi manusia (HAM) di lapangan kedokteran. Sejauh mana hak-hak yang dimiliki oleh pasien (dan juga dokter) dalam kaitan dengan euthanasia, agaknya sudah perlu dipikirkan sejak sekarang. Kenyataan menunjukkan bahwa seringkali para dokter dan tenaga medis lain harus barhadapan dengan kasus-kasus yang dikatakan sebagai euthanasia itu, dan disitulah tuntunan serta rambu-rambu etika, moral, dan hukum sangat dibutuhkan. Bukan saatnya lagi kita masih mengatakan belum waktunya untuk merumuskan rambu-rambu tadi, karena di era moderen seperti sekarang ini para dokter akan lebih sering berhadapan


 Denngan kasus-kasus authenesiaPER/III/ 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran.


 Asas – Asas Dalam Pelayanan Medik

Oleh karena transaksi terapeutik merupakan hubungan hukum antara dokter dan pasien, maka dalam transaki terapeutik pun berlaku beberapa asas hukum yang mendasari, yang menurut Komalawati disimpulkan sebagai berikut : 45
45 Komalawati. 2002. Peranan Informed Consent Dalam Transaksi Terapeutik : Persetujuan Dalam Hubungan Dokter dan Pasien, Suatu Tinjauan Yuridis. Bandung : Penerbit Citra Aditya Bakti, halaman 128
46 Munir, Fuady. 2005. Sumpah Hipocrates : Aspek Hukum Malpraktek Dokter. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, halaman 6
1. Asas Legalitas
2. Asas Keseimbangan
3. Asas Tepat Waktu
4. Asas Itikad Baik
Agak sedikit berbeda dengan Komalawati, Fuady (2005:6) menyebutkan pendapat tentang beberapa asas etika modern dari praktik kedokteran yang disebutkannya sebagai berikut : 46
1. Asas Otonom
2. Asas Murah Hati
3. Asas Tidak Menyakiti
4. Asas Keadilan
5. Asas Kesetiaan
6. Asas Kejujuran
Berdasar Undang Undang no. 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran dengan berlakunya UU Praktik Kedokteran yang juga mencantumkan asas-asas penyelenggaraan Praktik Kedokteran di dalam
Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Persetujuan Tindakan Medik
Hak dan kewajiban pihak yang memberikan persetujuan tindakan medik dan pihak yang menerima persetujuan tindakan medik yaitu :
a. Hak dan Kewajiban Dokter
Yang dimaksud dengan hak dan kewajiban dokter adalah yang ditujukan kepada hak dan kewajiban dalam menjalankan suatu profesi kedokteran, yaitu dalam memberikan pelayanan kesehatan atau pertolongan medis kepada pasiennya.47
Adapun hak dan kewajiban profesional seorang dokter adalah sebagai berikut:48
2. Hak-hak profesi seorang dokter

a). Hak untuk bekerja menurut standar profesi medis
b). Hak menolak melaksanakan tindakan medis yang ia tidak dapac). Hak untuk menolak suatu tindakan medis yang menurut suara hatinya (conscienci) tidak baik
d). Hak untuk mengakhiri hubungan dengan seorang pasien jika ia menilai bahwa kerjasama antara pasien dia tidak ada lagi gunanya
e). Hak atas privacy dokter
f). Hak atas itikad baik dari pasien dalam melaksanakan kontrak terapeutik
g). Hak atas balas jasa
h). Hak atas fair dalam menghadapi pasien yang tidak puas terhadapnya
i)Huntuk membela diri
j). Hak memilih pasien Kewajiban-kewajiban dokter (De beroepsplichten van de arts) dapat dibedakan dalam lima kelompok, yaitu :

2. Kewajiban – kewajiban Profesi Dokter
Kewajiban-kewajiban dokter (De beroepsplichten van de arts) dapat dibedakan dalam lima kelompok, yaitu :
a). Kewajiban yang berhubungan dengan fungsi sosial darimemelihara kesehatan
b). Kewajiban yang berhubungan dengan standar medis
c). Kewajiban yang berhubungan dengan tujuan ilmu kedokteran
d). Kewajiban yang berhubungan dengan prinsip keseimbangan (proportionaliteits beginsel)
e). Kewajiban yang berhubungan dengan hak pasien
b. Hak dan Kewajiban Pasien
1. Hak-hak Pasien
Hak untuk menentukan diri sendiri adalah dasar dari hak-hak pasien. Dikenal berbagai hak pasien sebagai berikut :49
a). Hak atas pelayanan medis dan perawatan b). Hak atas informasi dan persetujuan
c). Hak atas rahasia kedokteran
d). Hak memilih dokter dan rumah sakit
e). Hak untuk menolak dan menghentikan pengobatan
f). Hak untuk tidak terlalu dibatasi kemerdekaannya selama proses pengobatan pasien boleh melakukan hal-hal yang lain asal tidak membahayakan kesehatannya
g). Hak untuk mengadu dan mengajukan gugatan
h). Hak atas ganti rugi
i). Hak atas bantuan hukum
j). Hak untuk mendapatkan nasehat uintuk ikut serta dalam eksperimenk). Hak atas perhitungan biaya pengobatan dan perawatan yang wajar dan penjelasan perhitungan tersebut
2. Kewajiban Pasien
Kewajiban–kewajiban pasien perlu ditaati, hal ini memang sangat dibutuhkan dalam transksi terapeutik sebab jika tidak dilaksanakan oleh pasien harapan untuk sembuh tidaklah tercapai. Kewajiban-kewajiban itu harus dipenuhi oleh pasien yakni kesembuhan atas penyakit yang dideritanya. Adapun kewajiban-kewajiban yang dimaksud adalah sebagai berikut :25
a). Memberikan informasi kepada dokter tentang penyakit yang dideritanya dengan lengkap
b). Mematuhi petunjuk-petunjuk dokter
c). Mematuhi privacy dokter

oleh

Sudikno Mertokusumo 

Globalisasi, yang pada umumnya diartikan sebagai terbukanya negara-negara di dunia ini bagi produk-produk yang datang dari negara manapun, mau tidak mau harus kita hadapi. Kalau kita tidak mau ketinggalan dalam perkembangan dunia ini, kita harus siap menerimanya, sekalipun globalisasi ini risikonya besar, karena banyak yang perlu diubah atau disesuaikan di negeri kita ini, yang mungkin berakibat buruk, juga: suatu dilema.

Mengingat bahwa Indonesia merupakan negara berkembang dan globalisasi asalnya dari Barat, sedangkan antara negara maju dan negara berkembang terdapat kesenjangan, maka tidak mustahil bahwa lndonesia akan Iebih berperan pasif sebagai penerima barang atau jasa dari pada sebagai pemberi dalam proses globalisasi ini. Dimungkinkan masuknya barang-barang dari dan ke negara manapun berarti bahwa kita harus mampu dan berani bersaing. Dengan perkataan lain globalisasi berarti persaingan bebas. Dampaknya akan luas dan berpengaruh pada seluruh kehidupan ekonomi, sosial dan budaya, tidak terkecuali dalam bidang pelayanan jasa kesehatan. Oleh karena itu datangnya arus globalisasi harus diantisipasi dengan persiapan-persiapan yang mantep.

Sejak terjadinya peristiwa dr Setianingrum di Pati pada tahun 1981, banyak tuntutan atau gugatan ganti rugi diajukan terhadap dokter dengan alasan malpraktek. Sekalipun dr Setianingrum diputus bebas oleh Pengadilan Tinggi Semarang, namun peristiwa tersebut sudah terlanjur membuat resah para dokter. Para dokter resah, karena takut bahwa malpraktek itu setiap saat dapat dituduhkan pada dirinya juga. Bahwasanya para dokter itu resah dapat difahami oleh karena kebanyakan tidak memahami hukum dan kata malpraktek itu sendiri masih belum jelas serta menimbulkan pelbagai penafsiran.

Apa yang dimaksud dengan malpraktek secara umum kita jumpai dalam pasal 11 UU no.6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan, yaitu:
a. melalaikan kewajiban
b. melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seseorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah sebagai tenaga kesehatan
c. mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan
d. melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang ini. Masih belum cukup jelas rumusan malpraktek tersebut di atas, karena terlalu umum.

Secara lebih kasuistis kita jumpai dalam Undang-undang no.23 tahlm 1992 tentang Kesehatan dalam Bab X tentang Ketentuan Pidana (pas.80 - pas. 84).
Kalau malpraktek yang disebutkan pertama dikenai sanksi administratif maka yang kedua dikenai sanksi pidana. Di samping itu masih ada malpraktek yang sanksinya berupa membayar ganti rugi (perdata).
Hubungan terapeutik antara dokter dan pasien merupakan hubungan hukum (perjanjian) yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing-masing. Dokter mempunyai hak dan kewajiban, demikian pula pasien mempunyai hak dan kewajiban.

Yang menjadi hak pasien antara lain ialah: hak menerima, menolak dan menghentikan pengobatan dan perawatan, hak atas rahasia, hak mendapatkan informasi mengenai penyakitnya dan sebagainya. Sedangkan kewajiban pasien ialah memberi informasi sekengkap-lengkapnya mengenai penyakitnya kepada dokter, menghormati privacy dokter, memberi imbalanjasa dan sebagainya.

Hak dokter dalam hubungan terapeutik ini antara lain: hak atas informasi pasien mengenai penyakitnya, hak untuk menolak melaksanakan tindakan medik yang tidak dapat dipertanggungjawabkannya secara profesional, hak atas iktikat baik pasien dalam pelaksanaan transaksi terapeutik, hak atas privacy, hak atas imbalan jasa dan sebagainya. Kewajiban dokter dalam menjalankan profesinya ialah antara lain: menghormati hak pasien, berupaya menyembuhkan dan meringankan penderitaan pasien serta memberikan pelayanan medik sesuai dengan standar profesi medik. Jadi agar dokter tidak dapat dipersalahkan dalam menjalankan kewajibannya dalam hubungan terapeutik dengan pasien ia harus menjalankan tindakan-tindakan mediknya sesuai dengan standar profesi. Adapun yang dimaksudkan dengan standar profesi ialah pedoman atau cara yang baku yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan tindakan medik rnenurut ukuran tertentu yang didasarkan pada ilmu dan pengalarnan. Tidaklah rnudah untuk rnenentukan ukuran rnengenai standar profesi. Pada hakekatnya rnalpraktek merupakan kegagalan dalam hal dokter menjalankan profesinya. Tidak setiap kegagalan rnerupakan malpraktek, tetapi hanyalah kegagalan sebagai akibat kesalahan dalam menjalankan profesi medik yang tidak sesuai dengan standar profesi medik. Malpraktek mengandung dua unsur pokok, yaitu bahwa dokter gagal dalam menjalankan kewajibannya, dan bahwa kegagalan itu mengakibatkan luka atau kerugian.  Malpraktek disebabkan karena kurang berhati-hatinya atau lalainya dokter dalam menjalankan tugasnya. Tetapi tidak mustahil disebabkan karena kurang profesionalnya atau kurang cakapnya dokter yang bersangkutan. Ini menyebabkan pelayanan kesehatan menjadi tidak bermutu.Tuntutan atau gugatan berdasarkan malpraktek tidak lain disebabkan oleh tuntutan akan pelayanan kesehatan yang bermutu.
Dalam era globalisasi, dengan terbukanya pintu bagi tenaga pelayanan asing ke Indonesia maka kita hams bersaing. Maka oleh karena itu mutu pelayanan kesehatan harus ditingkatkan. lni berarti bahwa sumber daya manusianya harus tingkatkan.Tidak dapat dicegah rnasuknya peralatan pelayanan kesehatan yang canggih, yang memerlukan tenaga kesehatan yang profesional untuk mengoperasikan peralatan canggih tersebut. Bukan hanya sekedar mengoperasikannya, tetapi juga mernperbaikinya kalau rusak. Tidak sedikit peralatan canggih yang didatangkan dari luar negeri di pelbagai instansi yang nongkrong karena tidak ada yang dapat mengoperasikannya atau rusak dan ;tidak ada yang dapat rnemperbaikinya. Ketergantungan pada peralatan pelayanan kesehatan canggih dapat rnenghambat pelayanan kesehatan.
Apa yang dapat disimpulkan dari apa yang diuraikan di atas ialah, bahwa yang perlu mendapat perhatian dalam kita menghadapi gIobalisasi di bidang pelayanan kesehatan ialah:
1. meningkatkan sumber daya manusia dengan:
-menyesuaikan kurikulum pendidikan dengan perkembangan teknologi
-studi Ianjut atau penataran bagi tenaga pelayanan kesehatan
-mendidik teknisi untuk dapat mengoperasikan dan memperbaiki peralatan
pelayanan kesehatan yang canggih
2. perlu diwaspadai dan dicegah adanya pengangguran khususnya dilingkungan tenaga pelayanan kesehatan
3. Pemerintah perlu mengadakan proteksi khususnya bagi tenaga pelayanan kesehatan.

      ETIKA KEDOKTERAN, PROFESIONALISME KEDOKTERAN, HAK ASASI
                 MANUSIA DAN HUKUM
Seperti yang akan terlihat dalam Bab I, etika telah menjadi bagian yang integral dalam pengobatan setidaknya sejak masa Hippocrates, seorang ahli pengobatan Yunani yang dianggap sebagai pelopor etika kedokteran pada abad ke-5 SM,. Dari Hippocrates muncul konsep pengobatan sebagai profesi, dimana ahli pengobatan membuat janji di depan masyarakat bahwa mereka akan menempatkan kepentingan pasien mereka di atas kepentingan”Belajar etika akan menyiapkan mahasiswa kedokteran untuk mengenali situasi-situasi yang sulit dan melaluinya dengan cara yang benar sesuai prinsip dan rasional”\Sangat sering, bahkan etika membuat standar perilaku yanglebih tinggi dibanding hukum, dan kadang etika memungkinkan dokter perlu untuk melanggar hukum yang menyuruh melakukan tindakan yang tidak etis.mereka sendiri (lihat Bab III untuk penjelasan lebih lanjut)..
                Saat ini etika kedokteran telah banyak dipengaruhi oleh perkembangan dalam hak asasi
manusia. Di dalam dunia yang multikultural dan pluralis, dengan berbagai tradisi moral yang berbeda, persetujuan hak asasi manusia internasional utama dapat memberikan dasar bagi etika kedokteran yang dapat diterima melampaui batas negara dan kultural. Lebih dari pada itu, dokter sering harus berhubungan dengan masalah-masalah medis karena pelanggaran hak asasi manusia, seperti migrasi paksa, penyiksaan, dan sangat dipengaruhi oleh perdebatan apakah pelayanan kesehatan merupakan hak asasi manusia karena jawaban dari pertanyaan ini di beberapa negara tertentu akan menentukan siapakah yang memiliki hak untuk mendapatkan perawatan medis. Buku Manual ini akan memberikan pertimbangan yang sesuai terhadap masalah hak asasi manusia sebagimana hal itu akan mempengaruhi praktek pengobatan.Etika kedokteran juga sangat berhubungan dengan hukum. Hampir di semua negara ada hukum yang secara khusus mengatur bagaimana dokter harus bertindak berhubungan dengan masalah etika dalam perawatan pasien dan penelitian. Badan yang mengatur dan memberikan
ijin praktek medis di setiap negara bisa dan memang menghukum dokter yang melanggaretika. Namun  etika dan hukum tidaklah sama. Sangat sering, bahkan etika membuat standar perilaku yang lebih tinggi dibanding hukum, dan kadang etika memungkinkan dokter perlu untuk melanggar hukum yang menyuruh melakukan tindakan yang tidak etis. Hukum juga berbeda untuk tiap-tiap negara sedangkan etika dapat diterapkan tanpa melihat batas negara.Karena alasan inilah fokus dari Buku Manual ini lebih pada etika dibandingkan

hukum dan etik hal yang penting baik bagi dokter itu sendiri  mauupun bagi pasien dan aparat penegak hukum,kedokteran,standar profesi dan audit medis
Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia, di tegaskan bahwa seorang dokter harus senantiasa mengingat kewajibannya melindungi hidup makhluk insani, mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita. Jika ia tidak mampu melakukan statu pemeriksaan atau pengobatan, ia wajib merujuk penderita lepada dokter lain yang mempunyai keahlian dalam menangani penyakit tersebut. Seorang dokter tidak dapat dianggap bertanggung jawab atas statu kegagalan untuk menyembuhkan pasien, CACAT atau meninggal, bilamana dokter telah melakukan segala upaya sesuai dengan keahlian dan kemampuan profesionalnya.
Bertolak dari hal tersebut diatas, dapat dibedakan antara apa yang dimaksud sebagai upaya yang baik dengan tindakan yang tidak bertanggung jawab, lalai atau ceroboh. Artinya apabila seorang dokter telah melakukan segala upaya, kemampuan, keahlian, dan pengalamannya untuk merawat pasien atau penderita, dokter tersebut dianggap telah berbuat upaya yang baik dan telah melakukan tugasnya sesuai dengan etik kedokteran. Sebaliknya, jika seorang dokter tidak memeriksa, tidak menilai, tidak berbuat atau tidak meninggalkan hal-hal yang seharusnya ditinggalkan oleh sesama dokter lain, pada umumnya di dalam situasi yang sama, dokter yang bersangkutan dapat dikatakan telah melanggar
standar profesi kkedokteran.
Menurut Koeswadji (1992 : 104), standar profesi adalah nilai atau itikad baik dokter yang didasari oleh etika profesinya, bertolak dari suatu tolak ukur yang disepakati bersama oleh kalangan pendukung profesi. Wewenang untuk menentukan hal-hal yang dapat dilakukan dean yang tidak dapat dilakukan dalam statu kegiatan profesi, merupakan tanggung jawab profesi itu sendiri.
Dalam rangka menunjang kemandirian dan pelaksanaan profesi kedokteran dalam pelayanan kesehatan, pemerintah menetapkan berlakunya estándar pelayanan medis di rumah sakit dan standar pelayanan rumah sakit. Estándar pelayanan medis tersebut merupakan tonggak utama dalam upaya peningkatan mutu pelayanan medis di Indonesia. Tujuan ditetapkannya estándar pelayanan medis ini adalah untuk melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang tidak sesuai dengan standar profesi.
Di tinjau dari sudut hukum kesehatan, standar pelayanan medis ini mempunyai tujuan ganda. Di satu pihak bertujuan untuk melindungi masyarakat dari praktik-prsktik yang tidak sesuai dengan standar profesi kedokteran, sedang di lain pihak bertujuan melindungi anggota profesi dari tuntutan masyarakat yang tidak wajar. Di samping itu juga berfungsi sebagai pedoman dalam pengawasan praktik dokter, pembinaan serta peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien.
Standar pelayanan medis ini merupakan hukm yang mengikat para pihak yang berprofesi di bidang kesehatan, yaitu untuk mengatur pelayanan kesehatan dan mencegah terjadinya kelalaian staff medis dalam melakukan tindakan medis. Dalam kaitannya dengan profesi dokter di perlukan estándar pelayanan medis yang mencakup: standar ketenangan, standar prosedur, standar sarana, dan standar hasil yang di harapkan. Selain itu standar pelayanan medis ini tidak saja untuk mengukur mutu pelayanan, tetapi juga berfungsi untuk kepentingan pembuktian di pengadilan apabila timbul sengketa.
Standar pelayanan medis terdiri dari dua bagian. Pertama, memuat tentang standar penyakit dengan duabelas spesialisasi kasus-kasus penting. Kedua, memuat tentang standar pelayanan penunjang dengan tiga spesialisasi yang masing-masingnya di rinci berdasarkan prosedur tindakan yang harus di.
 tangani oleh dokter spesialis.Dewasa ini, komersialisasi pelayanan medis merupakan fenomena yang sudah umum di tengah masyarakat, jasa pelayanan medis sudah mulai merambah memasuki dunia bisnis. Jasa dan produk kesehatan sudah mulai di iklankan walaupun masih hati-hati dan dan tidak seagresif produk atau jasa lain. Saat ini sudah jelas tampak adanya gejala bahwa pelayanan kesehatan sudah mulai bergabung dengan kegiatan bisnis. Dalam kaitannya dengan penerapan audit medis dalam pelayanan kesehatan, wadah audit medis di bentuk untuk menghadapi masalah yang di timbulkan oleh ketentuan etik dan hukum yang cukup rumit dan pelik dengan permasalahan yang sangat komplek. Wadah ini di maksudkan untuk membantu para dokter dalam menghadapi dilema etik.
         Dalam pelayanan kesehatan terutama di rumah sakit, sering timbul pelanggaran etik, penyebabnya tidak lain karena tidak jelasnya hubungan kerja antara dokter dengan rumah sakit. Tidak ada suatu kontrak atau perjanjian kerja yang jelas yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak. Sementara iu, perkembangan teknologi kesehatan juga mempengaruhi terjadinya pelanggaran etik, karena pemilihan teknologi kesehatan yang tidak di dahului dengan pengkajian teknologi dan pengkajian ekonomi, akan memunculkan tindakan yang tidak etis dengan membebankan biaya yang    .
 tidak wajar kepada pasien,Tindakan penyalahgunaan teknologi dalam pelayanan kesehatan, dilakukan oleh dokter baik pada saat berlangsungnya diagnosa maupun pada waktu berlangsungnya terapi dengan memanfaatkan ketidaktahuan pasien. Misalnya, pasien yang seharusnya tidak perlu diperiksa dengan alat atau teknologi kesehatan tertentu, namun karena alatnya tersedia, pasien dipaksa menggunakan alat tersebut dalam pemeriksaan atau pengobatan, sehingga pasien harus membayar lebih.mahal Menyadari hal tersebut, pengawasan terhadap kemungkinan pelanggaran etik perlu ditingkatan. Oleh karena itu dalam memfungsikan mekanisme audit medik, diperlukan adanya suatu standar operasional sebagai tolok ukur untuk mengendalikan kualitas pelayanan medis. Standar operasional ini bertujuan untuk mengatur sampai sejauh mana batas-batas kewenangan dan tanggung jawab etik dan hukum dokter terhadap pasien, maupun tanggung jawab rumah sakit terhadap medical staff dan sebaliknya. Standar operasional ini juga akan mengatur sehubungan antara tenaga medis dengan sesama teman sejawat dokter dalam satu tim, tenaga medis dengan para medis, serta merupakan tolok ukur bagi seorang dokter untuk menilai dapat tidaknya dimintakan pertanggung jawaban hukumnya jika terjadi
  kerugian yang mendasar.Standar pelayanan kesehatan di rumah sakit, merupakan pengaturan teknis klinis yang sifatnya lebih detail dan berpedoman pada standar pelayanan medis, atandar praktik keperawatan dan sakit yang bersangkutan. Penamaan tentang standar pelayanan kesehatan untuk setiap rumah sakit berbeda-beda, ada yang menggunakan nama formularium diagnosis dan terapi, ada yang menamakannya dengan standar dan prosedur tetap konsultasi medis, dan ada juga yang menggunakan nama prosedur rumah sakit. Masing-masing rumah sakit mempunyai standar pelayanan yang berbeda-beda, perbedaan ini sangat tergantung pada kondisi rumah sakit dan latar belakang pendidikan para staff medisnya. Penerapan standar ini dimaksudkan agar tenaga medis seragam dalam memberikan diagnosa, dan setiap diagnosa harus memenuhi kriteria minimal yang terdapat dalam standar pelayanan.
Profesi dokter merupakan kelompok fungsional yang bekerja atas dasar profesionalisasinya, tetapi secara administratif mereka adalah pegawai rumah sakit. Mereka dalam melakukan tugasnya di gaji oleh pemerintah atau pemilik rumah sakit untuk keahlian profesionalnya. Atas dasar hubungan kerja yang demikian, secara hukum perbuatan staff medis adalah tanggung jawab rumah sakit. Sebagai bawahan rumah sakit, tenaga medis tetap mempunyai otonomi profesi. Pimpinan rumah sakit sebagai atasan tidak berhak untuk memerintah seorang dokter agar melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan profesinya atau yang dianggap bertentangan dengan profesinya, misalnya melakukan abortus atau mengabulkan permintaan seseorang untuk authenesia.
Hak-hak dokter sebagai pengemban profesi dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Hak memperoleh informasi yang selengkap-lengkapnya dan sejujur-jujurnya dari pasien yang akan digunakannya bagi kepentingan diagnosis maupun terapeutik.
2. Hak atas imbalan jasa atau honorarium terhadap pelayanan yang diberikannya kepada pasien.
3. Hak atas itikad baik dari pasien atau keluarganya dalam melaksanakan transaksi terapeutik.
4. Hak membela diri terhadap tuntutan atau gugatan pasien atas pelayanan kesehatan yang diberikannya.
5. Hak untuk memperoleh persetujuan tindakan medik dari pasien atau keluarganya.
Disamping hak-hak tersebut, dokter juga mempunyai kewajiban yang harus dilaksanakan. Jika diperhatikan Kode Etik Kedokteran Indonesia yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No. 34 Tahun 1983, didalamnya terkandung beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan oleh dokter di Indonesia. Berpedoman pada isi rumusan kode etik kedokteran tersebut, Hermien Hadiati Koeswadji mengatakan bahwa secara pokok kewajiban dokter dapat dirumuskan sebagaiberikut:.
1. Bahwa ia wajib merawat pasiennya dengan cara keilmuan yang ia miliki secara adekuat. Dokter dalam perjanjian tersebut tidak menjanjikan manghasilkan satu resultaat atau hasil tertentu, karena apa yang dilakukannya itu merupakan upaya atau usaha sejauh mungkin sesuai dengan ilmu yang dimilikinya. Karenanya bukan merupakan inspanningssverbintenis. Ini berarti bahwa dokter wajib berusaha dengan hati-hati dan kesungguhan (met zorg eh inspanning) menjalankan tugasnya. Perbedaan antara resultaatverbintenis dengan inspanningserbintenis ini yakni dalam hal terjadi suatu kesalahan.
2. Dokter wajib menjalankan tugasnya sendiri (dalam arti secara pribadi dan bukan dilakukan oleh orang lain) sesuai dengan yang telah diperjanjikan, kecuali apabila pasien menyetujui perlu adanya seseorang yang mewakilinya (karena dokter dalam lafal sumpahnya juga wajib menjaga kesehatannya sendiri).
3. Dokter wajib memberi informasi kepada pasiennya mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit atau penderitaannya. Kewajiban dikter ini dalam hal perjanjian perawatan (behandelingscontract) menyangkut dua hal yang ada kaitannya dengan kewajiban pasien.
Di samping itu ada beberapa perbuatan atau tindakan yang dilarang dilakukan oleh dokter, karena perbuatan tersebut dianggap bertentangan dengan etik kedokteran. Perbuatan atau tindakan yang.
 di larang tersebut adalah sebagai berikut:
1.Melakukan suatu perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri.
2. Ikut serta dalam memberikan pertolongan kedokteran dalam segala bentuk, tanpa kebebasan profesi.
3. Menerima uang selain dari imbalan yang layak sesuai dengan jasanya, meskipun dengan.
Dengan demikian jika diperhatikan isi kode etik kedokteran tersebut dapat disimpulkan bahwa: kode  pengetahuan pasien atayu keluarganya.etik kedokteran mengandung tuntutan agar dokter menjalankan profesinya berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur. Apalagi sebagian besar dari masyarakat, terutama yang tinggal dipedesaan belum memiliki pengertian yang cukup tentang cara memelihara kesehatan. Oleh karena itu, upaya untuk memberikan bimbingan dan penerangan kepada masyarakat tentang kesehatan, merupakan salah satu tugas dokter yang tidak kalah pentingnya dari pekerjaan penyembuhan. Malahan tugas dokter tidak terbatas pada pekerjaan kuratif dan preventif saja, jabatan profesi dokter, lebih-lebih di pedesaan, sebetulnya meliputi semua bidang kegiatan masyarakat, artinya dokter harus ikut aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial dan kemanusiaan.
Atas dasar hal tersebut, jika motivasi seorang dokter dalam bekerja karena uang dan kedudukan, dokter tersebut dapat di golongkan dalam motivasi rendah. Jika dokter cenderung untuk bekerja sedikit dengan hasil banyak, dokter yang bersangkutan akan tergelincir untuk melanggar kode etik dan sumpahnya. Sebaliknya jika motivasinya berdasarkan pada keinginan untuk memenuhi prestasi, tanggung jawab dan tantangan dari tugas itu sendiri, akan mudah baginya untuk menghayati dan mangamalkan kode etik dan sumpahnya. Di samping itu dia senantiasa akan melakukan profesinya menurut ukuran yang tertinggi, serta meningkatkan keterampilannya sehingga kemampuan untuk melaksanakan tugasnya tidak perlu disangsikan lagi.
        kesimpulan.
.
Antara bidang kedoktran ddan ham mempunyai hubungan yang sangat erat,karena dalam praktek kkedokteran terdapatnya uundang undang yyang mengatur tentang prakter kedokteran,yyang di dalam terdapat hak-hak serta kewajiban dari dokter tersebut,serta etika yang mengatur praktek kedokteran.etika merupakan kajian mengenai moralitas - refleksi terhadap moral secara sistematik dan hati-hati dan analisis terhadap keputusan moral dan perilaku baik pada masa lampau, sekarang atau masa mendatang. Moralitas merupakan dimensi nilai dari keputusan dan tindakan yang dilakukan manusia. Moralitas di sini  seperti ’hak’, ’tanggung jawab’, dan ’kebaikan.
Dan sifat  baik seperti ’baik’ dan ’buruk’ (atau ’jahat’), ’benar’ dan ’salah’, ’sesuai’ dan ’tidak
sesuai’. Menurut dimensi ini, etika terutama adalah bagaimana mengetahuinya (knowing),
sedangkan moralitas adalah bagaimana melakukannya (doing). Hubungan keduanya adalah
bahwa etika mencoba memberikan kriteria rasional bagi orang untuk menentukan keputusan
atau bertindak dengan suatu cara diantara pilihan cara yang lain.
.salah satu cabang dari etika yang berhubungan dengan masalah-masalah moral yang timbul
dalam praktek pengobatan.etika kedokteran telah banyak dipengaruhi oleh perkembangan dalam hak asasi manusia. Di dalam dunia yang multikultural dan pluralis, dengan berbagai tradisi moral yang berbeda, persetujuan hak asasi manusia internasional utama dapat memberikan dasar bagi etika kedokteran yang  berhubungan dengan masalah-masalah medis karena pelanggaran hakasasi manusia, seperti migrasi paksa, penyiksaan, dan sangat dipengaruhi oleh perdebatan
 apakah pelayanan kesehatan merupakan hak asasi manusia karena jawaban dari pertanyaan ini
di beberapa negara tertentu akan menentukan siapakah yang memiliki hak untuk mendapatkan
perawatan medis. Buku Manual ini akan memberikan pertimbangan yang sesuai terhadap
masalah hak asasi manusia sebagimana hal itu akan mempengaruhi praktek pengobatan.