Geng-Geng Di Sekolah SMA (pandangan psikologi pendidikan)



MAKALAH 
GENG-GENG SEKOLAH SMA



DI SUSUN PRIBADI OLEH :  · WAHYU AGUNG SAPUTRA / TH.2013


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Masa remaja sering dikenal dengan istilah masa pemberontakan. Pada masa-masa ini, seorang anak yang baru mengalami pubertas seringkali menampilkan beragam gejolak emosi, menarik diri dari keluarga, serta mengalami banyak masalah, baik di rumah, sekolah, atau di lingkungan pertemanannya.
 Kenakalan remaja di era modern ini sudah melebihi batas yang sewajarnya. Banyak anak dibawah umur yang sudah mengenal Rokok, Narkoba, Freesex, dan terutama geng-geng sekolah SMA. Fakta ini sudah tidak dapat diungkuri lagi, anda dapat melihat brutalnya remaja jaman sekarang.  Meningkatnya tingkat kriminal di Indonesia tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, tetapi banyak juga dari kalangan para remaja. Tindakan kenakalan remaja sangat beranekaragam dan bervariasi dan lebih terbatas jika dibandingkan tindakan kriminal orang dewasa. Juga motivasi para remaja sering lebih sederhana dan mudah dipahami misalnya : pencurian yang dilakukan oleh seorang remaja, hanya untuk memberikan hadiah kepada mereka yang disukainya dengan maksud untuk membuat kesan impresif yang baik atau mengagumkan.
Akibatnya, para orangtua mengeluhkan perilaku anak-anaknya yang tidak dapat diatur, bahkan terkadang bertindak melawan mereka. Konflik keluarga, mood swing, depresi, dan munculnya tindakan berisiko sangat umum terjadi pada masa remaja dibandingkan pada masa-masa lain di sepanjang rentang kehidupan.
 
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa pengertian remaja?
b. Bagaimana perkembangan psikologi remaja?
c. Apa macam-macam kenakalan remaja, turutama kenakalan geng-geng sekolah sma ?
d. Apa penyebab kenakalan remaja?
e. Bagaimana solusi untuk mengatasi kenakalan remaja?
1.3 Tujuan Pembahasan
a. Mengetahui pengertian remaja dan ciri cirinya
b. Mengetahui perkembangan psikologi remaja pada saat ini
c. Mengetahui macam-macam kenakalan remaja, terutama kenakalan geng-geng sekolah
d. Mengetahui penyebab kenakalan remaja
e. Mengetahui solusi untuk mengatasi kenakalan remaja


BAB II
PEMBAHASAN

ARTIKEL

2.1 geng sekolah abu-abu (geng SMA)
SABTU, 20 APRIL 2013 | 12:13 WIB

Habis Geng Lama, Terbitlah Geng Baru

 
Ilustrasi geng motor. TEMPO/Iqbal Lubis
TEMPO.CO, Yogyakarta - Geng-geng lama seperti Joxzin (JXZ), Trah Buthek (TRB), Q-Zruh (QZR), dan geng lainnya di Yogyakarta mulai meredup sejak tahun 1992. Kini geng-geng di Yogya berevolusi menjadi bentuk lain, yakni geng pelajar dari sekolah masing-masing yang mulai bermunculan.

Geng Oestad, salah satunya, berisi siswa-siswa asal SMA 1 Muhammadiyah Kota Yogyakarta. "Oestad hanya dari sekolah ini saja," kata Fathya Fikri, mantan Ketua I Ikatan Pemuda Muhammadiyah Ranting SMA 1 Muhammadiyah, Kamis, 18 April 2013 siang.

Oestad, kata dia, berdiri sekitar tahun 1997. Mereka kumpulan pelajar yang ingin menunjukan eksistensi diri saja. Di sekolah SMA Muhammadiyah lain, terdapat geng pelajar yang berbeda. "Kalau di Muha (SMA Muhammadiyah 2) namanya Ranger, di Muga (Muhammadiyah 3) namanya Grixer," kata dia.

Meski berasal dari sesama sekolah Muhammadiyah, menurut dia, tak jarang geng itu saling serang dan tawuran. "Sukangumpul-ngumpul," kata dia. "Satu-dua kejadian menyerang ke sekolah."

Dengan cara menggandeng Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), menurut dia, pihak sekolah sebenarnya telah meredam keberadaan geng-geng pelajar. Siswa yang ketahuan ikut geng, dikeluarkan dari sekolah. Setidaknya sudah 5-6 teman seangkatannya sudah dikeluarkan sekolah gara-gara ikut geng.

Untuk meredam aktivitas tawuran pelajar, kata dia, IPM berupaya melibatkan mereka dalam kegiatan-kegiatan. "Kami tak pernah menganggap mereka musuh, mereka teman kami juga," kata dia.

MATERI

2.2 Pengertian Remaja
Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anak-anak. Masa remaja adalah masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun.
Menurut psikologi, remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun. Masa remaja bermula pada perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya suara. Pada perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol (pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis) dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarga.
Remaja memiliki tempat di antara anak-anak dan orang tua karena sudah tidak termasuk golongan anak tetapi belum juga berada dalam golongan dewasa atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. 
Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003: 26) bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. 
Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu :
a. 12-15 tahun
b. Masa remaja awal 15-18 tahun
c. Masa remaja pertengahan 18-21 tahun
d. Masa remaja akhir.

2.3 Ciri- Ciri Remaja
Mengenai ciri-ciri remaja tidak mesti dilihat dari satu sisi, tetapi dapat dilihat dari berbagai segi. Misalnya dari segi usia, perkembangan fisik, phisikis, dan perilaku. Menurut Gayo (1990: 638-639) ciri-ciri remaja usianya berkisar 12-20 tahun yang dibagi dalam tiga fase yaitu; Adolensi diri, adolensi menengah, dan adolensi akhir. Penjelasan ketiga fase ini sebagai berikut.
a. Adolensi dini
Fase ini berarti preokupasi seksual yang meninggi yang tidak jarang menurunkan daya kreatif/ ketekunan, mulai renggang dengan orang tuanya dan membentuk kelompok kawan atau sahabat karib, tinggah laku kurang dapat dipertanggungjawabkan. Seperti perilaku di luar kebiasaan, delikuen,dan maniakal atau defresif.
b. Adolensi menengah
Fase ini memiliki umum: Hubungan dengan kawan dari lawan jenis mulai meningkat pentingnya, fantasi dan fanatisme terhadap berbagai aliran, misalnya, mistik, musik, dan lain-lain. Menduduki tempat yang kuat dalam perioritasnya, politik dan kebudayaan mulai menyita perhatiannya sehingga kritik…..tidak jarang dilontarkan kepada keluarga dan masyarakat yang dianggap salah dan tidak benar, seksualitas mulai tampak dalam ruang atau skala identifikasi, dan desploritas lebih terarah untuk meminta bantuan.
  c. Adolesensi akhir
Masa ini remaja mulai lebih luas, mantap, dari dewasa dalam ruang lingkup penghayatannya .Ia lebih bersifat ‘menerima’dan ‘mengerti’ malahan sudah mulai menghargai sikap orang/pihak lain yang mungkin sebelumnya ditolak. Memiliki karier tertentu dan sikap kedudukan, kultural, politik, maupun etikanya lebih mendekati orang tuanya. Bila kondisinya kurang menguntungkan, maka masa turut diperpanjang dengan konsekuensi .imitasi, bosan, dan merosot tahap kesulitan jiwanya. Memerlukan bimbingan dengan baik dan bijaksana, dari orang-orang di sekitarnya.
  Argumen lain tentang ciri-ciri remaja dan berbagai sudut pandang dikemukakan oleh Mustaqim dan Abdul Wahid (1991:49-50). Menurutnya pada masa remaja umumnya telah duduk dalam bangku sekolah lanjutan. Pada permulaan periode anak mengalami perubahan-perubahan jasmani yang berwujud tanda-tanda kelamin sekunder seperti kumis, jenggot, atau suara berubah pada laki-laki. Lengan dan kaki mengalami pertumbuhan yang cepat sekali sehingga anak-anak menjadi canggung dan kaku. Kelenjar-kelenjar mulai tumbuh yang dapat menimbulkan gangguan phisikis anak.
  Perubahan rohani juga timbul remaja telah mulai berfikir abstrak, ingatan logis makin lama makin lemah. Pertumbuhan fungsi-fungsi psikis yang satu dengan yang lain tidak dalam keadaan seimbang akibatnya anak sering mengalami pertentangan batin dan gangguan, yang biasa disebut gangguan integrasi. Kehidupan sosial anak remaja juga berkembang sangat luas. Akibatnya anak berusaha melepaskan diri darikekangan orang tua untuk mendapatkan kebebasan, meskipun di sisi lain masih tergantung pada orang tua. Dengan demikian terjadi pertentangan antara hasrat kebebasan dan perasaan tergantung. (Mustaqim dan Abdul Wahid, 1991:50).
  Lebih lanjut dikatakan Mustaqim dan Abdul Wahid, pada masa remaja akhir umumnya telah mulai menemukan nilai-nilai hidup, cinta, persahabatan, agama, kesusilaan, kebenaran dan kebaikan. Masa ini biasa disebut masa pembentukan dan menentuan nilai dan cita-cita.Lain dari pada itu anak mulai berfikir tentang tanggung jawab sosial, agama moral, anak mulai berpandangan realistik, mulai mengarahkan perhatian pada teman hidupnya kelak, kematangan jasmani dan rohani, memiliki keyakinan dan pendirian yang tetap serta berusaha mengabdikan diri dimasyarakat juga ciri remaja yang menonjol, tetapi hanya remaja yang sudah hampir masuk dewasa.
 Sedangkan menurut Hurlock (1999) ciri-ciri masa remaja adalah sebagai berikut :
a. Masa remaja sebagai periode yang penting, karena perkembangan fisik, mental yang cepat dan penting dan adanya penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai dan minat baru.
b. Masa remaja sebagai periode peralihan, adanya suatu perubahan sikap dan perilaku dari anak-anak ke menuju dewasa.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan, karena ada 5 perubahan yang bersifat universal yaitu perubahan emosi, tubuh, minat dan pola perilaku, dan perubahan nilai.
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah, karena pada masa kanak-kanak masalah-masalahnya sebagian besar diselesikan oleh guru dan orang tua sehingga kebanyakan remaja kurang berpengalaman dalam mengatasi masalah.
e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas, karena remaja berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya.
f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan, karena adanya anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak, menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi.
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Karena remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.
h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa, karena remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan orang dewasa.
Berdasarkan uraian di atas, dapat di ambil kesimpulan bahwa ciri ciri masa remaja
adalah merupakan periode yang penting, periode perubahan, peralihan, usia yang bermasalah, pencarian identitas, usia yang menimbulkan ketakutan, masa yang tidak realistik dan ambang masa kedewasaan.

2.4 Psikologi Remaja
  Ciri perkembangan psikologis remaja adalah adanya emosi yang meledak-ledak, sulit dikendalikan, cepat depresi (sedih, putus asa) dan kemudian melawan dan memberontak. Emosi tidak terkendali ini disebabkan oleh konflik peran yang senang dialami remaja. Oleh karena itu, perkembangan psikologis ini ditekankan pada keadaan emosi remaja. 
Keadaan emosi pada masa remaja masih labil karena erat dengan keadaan hormon. Suatu saat remaja dapat sedih sekali, dilain waktu dapat marah sekali. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri sendiri daripada pikiran yang realistis. Kestabilan emosi remaja dikarenakan tuntutan orang tua dan masyarakat yang akhirnya mendorong remaja untuk menyesuaikan diri dengan situasi dirinnya yang baru. Hal tersebut hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Hurlock (1990), yang mengatakan bahwa kecerdasan emosi akan mempengaruhi cara penyesuaian pribadi dan sosial remaja. Bertambahnya ketegangan emosional yang disebabkan remaja harus membuat penyesuaian terhadap harapan masyarakat yang berlainan dengan dirinya.
Menurut Mappiare (dalam Hurlock, 1990) remaja mulai bersikap kritis dan tidak mau begitu saja menerima pendapat dan perintah orang lain, remaja menanyakan alasan mengapa sesuatu perintah dianjurkan atau dilarag, remaja tidak mudah diyakinkan tanpa jalan pemikiran yang logis. Dengan perkembangan psikologis pada remaja, terjadi kekuatan mental, peningkatan kemampuan daya fikir, kemampuan mengingat dan memahami, serta terjadi peningkatan keberanian dalam mengemukakan pendapat.





2.5 Kenakalan Remaja
  Kenakalan remaja (juvenile delinquency) adalah suatu perbuatan yang melanggar norma, aturan atau hukum dalam masyarakat yang dilakukan pada usia remaja atau transisi masa anak-anak dan dewasa.
Sedangkan Pengertian kenakalan remaja Menurut Paul Moedikdo,SH adalah :
a.Semua perbuatan yang dari orang dewasa merupakan suatu kejahatan bagi anak-anak merupakan kenakalan jadi semua yang dilarang oleh hukum pidana, seperti mencuri, menganiaya dan sebagainya.
b.Semua perbuatan penyelewengan dari norma kelompok tertentu untuk menimbulkan keonaran dalam masyarakat.
c.Semua perbuatan yang menunjukkan kebutuhan perlindungan bagi sosial.
  Faktor pemicunya, menurut sosiolog Kartono, antara lain adalah gagalnya remaja melewati masa transisinya, dari anak kecil menjadi dewasa, dan juga karena lemahnya pertahanan diri terhadap pengaruh dunia luar yang kurang baik.
  Akibatnya, para orangtua mengeluhkan perilaku anak-anaknya yang tidak dapat diatur, bahkan terkadang bertindak melawan mereka. Konflik keluarga, mood swing, depresi, dan munculnya tindakan berisiko sangat umum terjadi pada masa remaja dibandingkan pada masa-masa lain di sepanjang rentang kehidupan.
  Perilaku yang ditampilkan dapat bermacam-macam, mulai dari kenakalan ringan seperti membolos sekolah, melanggar peraturan-peraturan sekolah, melanggar jam malam yang orangtua berikan, hingga kenakalan berat seperti vandalisme, perkelahian antar geng, penggunaan obat-obat terlarang, dan sebagainya.
  Dalam batasan hukum, menurut Philip Rice dan Gale Dolgin, penulis buku The Adolescence, terdapat dua kategori pelanggaran yang dilakukan remaja, yaitu:
a. Pelanggaran indeks, yaitu munculnya tindak kriminal yang dilakukan oleh anak remaja. Perilaku yang termasuk di antaranya adalah pencurian, penyerangan, perkosaan, dan pembunuhan.
b. Pelanggaran status, di antaranya adalah kabur dari rumah, membolos sekolah, minum minuman beralkohol di bawah umur, perilaku seksual, dan perilaku yang tidak mengikuti peraturan sekolah atau orang tua.

2.6 Penyebab Kenakalan Remaja
Perilaku ‘nakal’ remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal).
Faktor internal:
a.Krisis identitas: Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
b.Kontrol diri yang lemah: Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku ‘nakal’. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.
Faktor eksternal:
a. Keluarga dan Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.
b. Teman sebaya yang kurang baik
c. Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.
  Sedangkan  menurut Kumpfer dan Alvarado, Faktor faktor Penyebab kenakalan remaja antara lain  :
a. Kurangnya sosialisasi dari orangtua ke anak mengenai nilai-nilai moral dan sosial.
b. Contoh perilaku yang ditampilkan orangtua (modeling) di rumah terhadap perilaku dan nilai-nilai anti-sosial.
c.Kurangnya pengawasan terhadap anak (baik aktivitas, pertemanan di sekolah ataupun di luar sekolah, dan lainnya).
d. Kurangnya disiplin yang diterapkan orangtua pada anak.
e. Rendahnya kualitas hubungan orangtua-anak.
f. Tingginya konflik dan perilaku agresif yang terjadi dalam lingkungan keluarga.
g. Kemiskinan dan kekerasan dalam lingkungan keluarga.
h. Anak tinggal jauh dari orangtua dan tidak ada pengawasan dari figur otoritas lain.
i. Perbedaan budaya tempat tinggal anak, misalnya pindah ke kota lain atau lingkungan baru.
j. Adanya saudara kandung atau tiri yang menggunakan obat-obat terlarang atau melakukan kenakalan remaja.

  2.7 Hubungan Psikologi dan Kenakalan Remaja

 bahwa “Manusia adalah suatu mahluk somato-psiko-sosial dan karena itu maka suatu pendekatan terhadap manusia harus menyangkut semua unsur somatik, psikologik, dan sosial.”
Psikologi secara etimologi memiliki arti “ilmu tentang jiwa”. Dalam Islam, istilah “jiwa” dapat disamakan istilah al-nafs, namun ada pula yang menyamakan dengan istilah al-ruh, meskipun istilah al-nafs lebih populer penggunaannya daripada istilah al-nafs. Psikologi dapat diterjamahkan ke dalam bahasa Arab menjadi ilmu al-nafs atau ilmu al-ruh. Penggunaan masing-masing kedua istilah ini memiliki asumsi yang berbeda.
Harapan terhadap remaja cukup banyak. Remaja adalah pewaris masa depan, pelapor pembangunan, pendobrak kebekuan dan saat bangsa dan negara dalam keadaan kritis. Harapan itu seringkali merusak serta menghambat psikologinya karena prilaku menyimpangnya. Bagaimanapun prilaku menyimpang yang dilaku kan remaja sering mendatangkan gangguan terhadap ketenangan dan ketertiban hidup dalam masyarakat.
Menurut etimologi kenakalan remaja (juvenile deliquency) berarti suatu penyimpangan tingkah laku yang dilakukan oleh remaja hingga mengganggu ketentraman diri sendiri dan orang lain. Setiap tindakan kenakalan remaja betapapun kecil dan sederhananya yang tidak mendapatkan teguran dan penjelasan untuk memperbaiki kondisi remaja ke depan. Untuk itu, mereka membuktikan bantuan orang lain yang memberikan informasi yang akurat tentang baik buruk, benar salah sekalipun cukup akrab, namun karena tidak mendapatkan akses informasi lebih baik dapat menjerumuskan ke lembah kehinaan.
Remaja adalah mereka yang berusia antara 12 - 21 tahun. Remaja akan mengalami periode perkembangan fisik dan psikis sebagai berikut :

a.Masa Pra-pubertas (12 - 13 tahun)
Masa ini disebut juga masa pueral, yaitu masa peralihan dari kanak-kanak ke remaja. Pada anak perempuan, masa ini lebih singkat dibandingkan dengan anak laki-laki. Pada masa ini, terjadi perubahan yang besar pada remaja, yaitu meningkatnya hormon seksualitas dan mulai berkembangnya organ-organ seksual serta organ-organ reproduksi remaja.
Di samping itu, perkembangan intelektualitas yang sangat pesat jga terjadi pada fase ini. Akibatnya, remaja-remaja ini cenderung bersikap suka mengkritik (karena merasa tahu segalanya), yang sering diwujudkan dalam bentuk pembangkangan ataupun pembantahan terhadap orang tua, mulai menyukai orang dewasa yang dianggapnya baik, serta menjadikannya sebagai "hero" atau pujaannya. Perilaku ini akan diikuti dengan meniru segala yang dilakukan oleh pujaannya, seperti model rambut, gaya bicara, sampai dengan kebiasaan hidup pujaan tersebut.
Selain itu, pada masa ini remaja juga cenderung lebih berani mengutarakan keinginan hatinya, lebih berani mengemukakan pendapatnya, bahkan akan mempertahankan pendapatnya sekuat mungkin. Hal ini yang sering ditanggapi oleh orang tua sebagai pembangkangan. Remaja tidak ingin diperlakukan sebagai anak kecil lagi. Mereka lebih senang bergaul dengan kelompok yang dianggapnya sesuai dengan kesenangannya. Mereka juga semakin berani menentang tradisi orang tua yang dianggapnya kuno dan tidak/kurang berguna, maupun peraturan-peraturan yang menurut mereka tidak beralasan, seperti tidak boleh mampir ke tempat lain selepas sekolah, dan sebagainya. Mereka akan semakin kehilangan minat untuk bergabung dalam kelompok sosial yang formal, dan cenderung bergabung dengan teman-teman pilihannya. Misalnya, mereka akan memilih main ke tempat teman karibnya daripada bersama keluarga berkunjung ke rumah saudara.
Tapi, pada saat yang sama, mereka juga butuh pertolongan dan bantuan yang selalu siap sedia dari orang tuanya, jika mereka tidak mampu menjelmakan keinginannya. Pada saat ini adalah saat yang kritis. Jika orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan psikisnya untuk mengatasi konflik yang terjadi saat itu, remaja akan mencarinya dari orang lain. Orang tua harus ingat, bahwa masalah yang dihadapi remaja, meskipun bagi orang tua itu merupakan masalah sepele, tetapi bagi remaja itu adalah masalah yang sangat-sangat berat. Tetapi perhatian seolah-olah orang tua mengerti bahwa masalah itu berat sekali bagi remajanya, akan terekam dalam otak remaja itu bahwa orang tuanya adalah jalan keluar yang terbaik baginya. Ini akan mempermudah orang tua untuk mengarahkan perkembangan psikis anaknya.

b.Masa pubertas (14 - 16 tahun)
Masa ini disebut juga masa remaja awal, dimana perkembangan fisik mereka begitu menonjol. Remaja sangat cemas akan perkembangan fisiknya, sekaligus bangga bahwa hal itu menunjukkan bahwa ia memang bukan anak-anak lagi. Pada masa ini, emosi remaja menjadi sangat labil akibat dari perkembangan hormon-hormon seksualnya yang begitu pesat. Keinginan seksual juga mulai kuat muncul pada masa ini. Pada remaja wanita ditandai dengan datangnya menstruasi yang pertama, sedangkan pada remaja pria ditandai dengan datangnya mimpi basah yang pertama. Remaja akan merasa bingung dan malu akan hal ini, sehingga orang tua harus mendampinginya serta memberikan pengertian yang baik dan benar tentang seksualitas. Jika hal ini gagal ditangani dengan baik, perkembangan psikis mereka khususnya dalam hal pengenalan diri/gender dan seksualitasnya akan terganggu. Kasus-kasus gay dan lesbi banyak diawali dengan gagalnya perkembangan remaja pada tahap ini.
Di samping itu, remaja mulai mengerti tentang gengsi, penampilan, dan daya tarik seksual. Karena kebingungan mereka ditambah labilnya emosi akibat pengaruh perkembangan seksualitasnya, remaja sukar diselami perasaannya. Kadang mereka bersikap kasar, kadang lembut. Kadang suka melamun, di lain waktu dia begitu ceria. Perasaan sosial remaja di masa ini semakin kuat, dan mereka bergabung dengan kelompok yang disukainya dan membuat peraturan-peraturan dengan pikirannya sendiri.

c.Masa akhir pubertas (17 - 18 tahun)
Pada masa ini, remaja yang mampu melewati masa sebelumnya dengan baik, akan dapat menerima kodratnya, baik sebagai laki-laki maupun perempuan. Mereka juga bangga karena tubuh mereka dianggap menentukan harga diri mereka. Masa ini berlangsung sangat singkat. Pada remaja putri, masa ini berlangsung lebih singkat daripada remaja pria, sehingga proses kedewasaan remaja putri lebih cepat dicapai dibandingkan remaja pria. Umumnya kematangan fisik dan seksualitas mereka sudah tercapai sepenuhnya. Namun kematangan psikologis belum tercapai sepenuhnya.

d.Periode remaja Adolesen (19 - 21 tahun)
Pada periode ini umumnya remaja sudah mencapai kematangan yang sempurna, baik segi fisik, emosi, maupun psikisnya. Mereka akan mempelajari berbagai macam hal yang abstrak dan mulai memperjuangkan suatu idealisme yang didapat dari pikiran mereka. Mereka mulai menyadari bahwa mengkritik itu lebih mudah daripada menjalaninya. Sikapnya terhadap kehidupan mulai terlihat jelas, seperti cita-citanya, minatnya, bakatnya, dan sebagainya. Arah kehidupannya serta sifat-sifat yang menonjol akan terlihat jelas pada fase ini.
Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara psikologis, kenakalan remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya. Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, maupun trauma terhadap kondisi lingkungan, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri, dan sebagainya.

2.8 Peranan Keluarga terhadap Kenakalan Remaja

  Sarwono (1998) mengatakan bahwa keluarga merupakan lingkungan primer pada setiap individu. Sebelum anak mengenal lingkungan yang luas, ia terlebih dahulu mengenal lingkungan keluarganya. karena itu sebelum anak anak mengenal norma-norma dan nilai-nilai masyarakat, pertama kali anak akan menyerap norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku di keluarganya untuk dijadikan bagian dari kepribadiannya.
Orang tua berperan penting dalam emosi remaja, baik yang memberi efek positif maupun negative. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua masih merupakan lingkungan yang sangat penting bagi remaja.
Menurut Mu’tadin (2002) remaja sering mengalami dilema yang sangat besar antara mengikuti kehendak orang tua atau mengikuti kehendaknya sendiri. Situasi ini dikenal dengan ambivalensi dan hal ini akan menimbulkan konflik pada diri remaja. Konflik ini akan mempengaruhi remaja dalam usahanya untuk mandiri, sehingga sering menimbulkan hambatan dalam  penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya, bahkan  dalam beberapa kasus tidak jarang remaja menjadi frustasi dan memendam kemarahan yang mendalam kepada orang tuanya dan orang lain disekitarnya. Frustasi dan kemarahan tersebut seringkali di ungkapkan dengan perilaku perilaku yang tidak simpatik terhadap orang tua maupun orang lain yang dapat membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain disekitarnya.
Penilitian yang dilakukan BKKBN pada umunya masalah antara orang tua dan anaknya bukan hal hal yang mendalam seperti maslah ekonomi, agama, social, politik, tetapi hal yang sepele seperti tugas-tugas di rumah tangga, pakaian dan penampilan.
Menurut Nalland (1998) ada beberapa sikap yang harus dimiliki orangtua terhadap anaknya pada saat memesuki usia remaja, yakni :
a. Orang tua perlu lebih fleksibel dalam bertindak dan berbicara
b. Kemandirian anak diajarkan secara bertahap dengan mempertimbangkan dan melindungi mereka dari resiko yang mungkin terjadi karena cara berfikir yang belum matang. Kebebasan yang dilakukan remaja terlalu dini akan memudahkan remaja terperangkap dalam pergaulan buruk, obat-obatan terlarang, aktifitas seksual yang tidak bertanggung jawab dll
c. Remaja perlu diberi kesempatan melakukan eksplorasi positif yang memungkinkan mereka mendapat pengalaman dan teman baru, mempelajari berbagai keterampilan yang sulit dan memperoleh pengalaman yang memberikan tantangan agar mereka dapat berkembang dalam berbagai aspek kepribadiannya.
d. Sikap orang tua yang tepat adalah sikap yang authoritative, yaitu dapat bersikap hangat, menerima, memberikan aturan dan norma serta nilai-nilai secara jelas dan bijaksana. Menyediakan waktu untuk mendengar, menjelaskan, berunding dan bisa memberikan dukungan pada pendapat anak yang benar.

2.9   Peranan Agama terhadap Kenakalan Remaja

Muslih et.al. (2008: 171) mengemukakan bahwa ”Pada hakikat manusia membutuhkan agama. Hal ini disebabkan agama berfungsi sebagai pembimbing dan petunjuk arah/haluan. Dalam kehidupan remaja, agama mempunyai peran yang sangat penting, karena agama dapat membantu para remaja dalam menghadapi segala macam persoalan yang dihadapi dalam hidupnya.”
Di dalam ajaran agama Islam bahwa adanya kebutuhan terhdap agama disebabkan manusia selaku mahluk Tuhan dibekali dengan berbagai potensi (fitrah) yang dibawa sejak lahir. Salah satu fitrah tersebut adalah kecenderungan terhadap agama Islam.
Pada hakikat manusia membutuhkan agama. Hal ini disebabkan agama berfungsi sebagai pembimbing dan petunjuk arah/haluan. Dalam kehidupan remaja, agama mempunyai peran yang sangat penting, karena agama dapat membantu para remaja dalam menghadapi segala macam persoalan yang dihadapi dalam hidupnya,
Pendidikan agama hendaknya dapat diwarnai kepribadian remaja, sehingga agama itu benar-benar menjadi bagian dari pribadinya yang akan menjadi pengendali dalam kehidupan dikemudian hari. Untuk pembinaan pribadi itu, pendidikan agama hendaknya diberikan oleh seseorang yang benar-benar mencerminkan agama dalam sikap, tingkah laku, gerak gerik, cara berpakaian, berbicara, menghadapi persoalan dan keseluruhan pribadinya, pendidikan dan pembinaan agama akan sukses apabila ajaran agama itu hidup dan tercermin dalam pribadi remaja.
Fungsi pendidikan agama Islam yang sekaligus suatu proses sosialisasi pada lingkungan atau lembaga pendidikan keluarga, antara lain:
a. Pembekalan, yaitu untuk membimbing anak dalam memiliki akhlak.
b. Penerangan, yaitu membantu anak untuk mengetahui pinsip-prinsip dan hukum agama agar dalam pelaksanaannya sesuai dengan ajaran agama.
c. Perbaikan, yaitu untuk menolong anak dalam membina akidah yang baik dan benar serta pembentukan jiwa keagamaan yang kokoh.
d. Penyadaran, yaitu untuk memberikan pemeliharaan anak-anak atau remaja agar memahami dan mampu menjaga kesehatan, baik jasmani maupun rohani.
e. Pengajaran, yaitu untuk menyiapkan peluang dan suasana praktis untuk mengamalkan nilai-nilai agama dan akhlak dalam kehidupan.
Jadi fungsi pendidikan Islam adalah realisasi dari cita-cita ajaran Islam, yang membawa misi kesejahteraan manusia sebagai hamba Allah lahir dan batin di dunia dan akhirat.
Untuk itu, agama berfungsi sebagai terapi bagi jiwa yang gelisah dan teganggu. Agama berperan sebagai pencegahan terhadap gangguan kejiwaan dan merupakan fakor pembinaan mental bagi remaja. Dengan demikian, agama dan keyakinan merupakan kebutuhan jiwa yang penting bagi remaja yang dapat memberikan bantuan untukmelepaskan diri dari goncangan jiwa dan gejolak-gejolak jiwa yang hebat.

 2.10  Pergaulan Remaja
Pergaulan merupakan proses interaksi yang dilakukan oleh individu dengan individu, dapat juga oleh individu dengan kelompok.
Seperti yang dikemukakan oleh Aristoteles bahwa manusia sebagai makhluk sosial (zoon-politicon), yang artinya manusia sebagai makhluk sosial yang tak lepas dari kebersamaan dengan manusia lain. Pergaulan mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan kepribadian seorang individu. Pergaulan yang ia lakukan itu akan mencerminkan kepribadiannya, baik pergaulan yang positif maupun pergaulan yang negatif. Pergaulan yang positif itu dapat berupa kerjasama antar individu atau kelompok guna melakukan hal – hal yang positif. Sedangkan pergaulan yang negatif itu lebih mengarah ke pergaulan bebas, hal itulah yang harus dihindari, terutama bagi remaja yang masih mencari jati dirinya. Dalam usia remaja ini biasanya seorang sangat labil, mudah terpengaruh terhadap bujukan dan bahkan dia ingin mencoba sesuatu yang baru yang mungkin dia belum tahu apakah itu baik atau tidak. Pergaulan remaja berupa tekanan teman bahkan sahabat, yang bias disebut dengan rasa solidaritas, ingin diterima, dan sebagai pelarian, benar-benar ampuh untuk mencuatkan kenakalan remaja yaitu perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja.

2.11  Remaja dan Lingkungan Sosial
Lingkungan social meliputi teman sebaya, masyarakat dan sekolah. Sekolah mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi remaja, karena selain dirumah sekolah adalah lingkungan kedua dimana remaja banyak melakukan berbagai aktifitas dan interaksi social dengan teman-temannya.  
Masalah yang dialami remaja yang bersekolah lebih besar dibandingkan yang tidak bersekolah. Hubungan dengan guru dan teman-teman di sekolah, mata pelajaran yang berat menimbulkan konflik yang  cukup besar bagi remaja. Pengaruh guru juga sanagt besar bagi perkembangan remaja, karena guru adalah orang tua bagi remaja ketika mereka berada disekolah.
Pada masa remaja, hubungan social memiliki peran yang sangat penting bagi remaja. Remaja mulai memperluas pergaulan sosialnya dengan teman teman sebayanya. Remaja lebih sering berada diluar rumah bersama teman teman sebayanya, karena itu dapat dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebayanya pada sikap, minat, penampilan dan perilaku lebih besar daripada pengaruh orang tua.
Brown (1997) menggambarkan empat cara khusus, bagaimana terjadinya perubahan kelompok teman sebaya dari masa kanak-kanak ke masa remaja :
a. Remaja lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya dibandingkan pada anak-anak. Pada usia 12 tahun, remaja awal mulai menjauhkan diri dari orang dewasa dan mendekatkan diri dengan teman sebaya.
b. Remaja berusaha menghindari pengawasan yang ketat dari orang tua dan guru dan ingin mendapatkan kebebasan. Mereka mencari tempat untuk bertemu dimana mereka tidak terlalu diawasi. Meskipun dirumah mereka ingin mendapatkan privasi dan tempat dimana mereka dapat mengobrol dengan teman temannya tanpa didengar oleh keluarganya.
c. Remaja mulai banyak berinteraksi dengan teman sebaya dari jenis kelamin yang berbeda. Walaupun anak perempuan dan laki laki berpartisipasi dalam kegiatan dan berkelompok persahabatan yang berbeda selama masa pertengahan kanak-kanak, tetapi pada masa remaja interaksi dengan remaja yang berbeda jenis semakin meningkat, sejalan dengan semakin menjauhnya remaja dengan orang tua mereka.
d. Selama masa remaja, kelompok teman sebaya menjadi lebih memahami nilai-nilai dan perilaku dari sub-budaya remaja yang lebih besar. Mereka juga mengidentifikasikan diri dalam kelompok pergaulan tertentu


PEMBAHASAN
GENG SEKOLAH ABU-ABU
 
 Dunia pendidikan Indonesia seolah diterjang badai di tengah kemelutnya yang tak kunjung usai. Kekerasan merebak, senioritas yang berujung luka dan aib bagi kita semua semakin memprihatinkan saja. Fenomena geng kekerasan tentu tidak asing lagi kita dengar. Ironisnya, mereka berasal dari lingkungan terpelajar yang berkesempatan mengenyam pendidikan dengan baik dan bahkan sebelumnya telah menuai prestasi di bidang yang diminatinya. Bukankah ini menarik?
Kekerasan sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Era lalu kita hanya belum tahu, karena media terbatasi lingkup geraknya untuk mendokumentasikan setiap peristiwa-peristiwa di negeri ini. Sejak akhir tahun 1970-an, geng SMA mulai marak keberadaannya. Bahkan menjadi prestis. Nama geng yang dibuat juga unik. Ada yang bernuansa militer, nama kawasan tongkrongan, bahkan yang terkesan gaul, funky dan girlie. Penelusuran detikcom, geng pasukan berseragam putih abu-abu ini marak di wilayah Jakarta Selatan. Hampir setiap sekolah yang berada di sana memiliki julukan, dan terbanyak diraih SMA 70 Jakarta Selatan.1
Untuk langkah pertama kita dapat mengambil contoh geng Nero.
Dalam kekerasan gang tersebut, korban yang bernama Lusi, siswi kelas III SMP mendapat tamparan secara bergantian oleh anggota geng tersebut. Bahkan, korban sempat diludahi pelaku.
Ratna, salah satu anggota Geng Nero, mengakui, aksi kekerasan tersebut timbul karena ada masalah dengan Lusi.
Sedangkan Tika, siswi kelas I di SMU Juwana mengakui, dirinya ikut menampar Lusi sebagai bentuk aksi solidaritas terhadap temannya yang dihina oleh korban.
Menurut pengakuan sejumlah pelaku, terbentuknya gang nero saat mereka masih duduk dibangku sekolah dasar (SD).
Nero sebenarnya adalah nama seorang kaisar kelima era Romawi yang terkenal dengan kekejamannya, yaitu Nero Claudius Caesar Drusus Germanicus. Nero kemudian diangkat menjadi nama salah satu tokoh superjahat pada komik dari DC Comics. Apakah mereka sengaja menggunakan nama itu untuk menunjukkan diri mereka sebagai sosok jahat seperti pemilik nama sebelumnya? Atau mungkin mereka menganalogikan diri mereka sebagai remaja yang mempunyai semboyan “neko-neko dikeroyok”?
Berbagai pertanyaan muncul di benak kita. Inikah realitas kehidupan anak-anak muda sekarang? Apakah moralitas dan kepekaan bangsa terhadap kedamaian sudah pudar hingga remaja putri pun ikut-ikutan melakukan kekerasan?
Dibandingkan geng Nero yang masih dalam lingkup kecil, sebenarnya kita harus lebih mengkhawatirkan geng sekolah yang secara umum lebih berbahaya karena melibatkan banyak anggota. Kebanyakan geng sekolah yang ada saat ini adalah tradisi turun temurun dari angkatan terdahulu. Di beberapa kasus menggabungkan diri menjadi anggota geng sekolah merupakan salah satu syarat agar dapat diterima dalam pergaulan anak muda. Alasan lain mereka bergabung dengan geng sekolah adalah kenikmatan dan kepuasan yang mereka daptkan dalam komunitasnya.
Berdasarkan “prasasti” dan iklan kreatif yang tampak di tembok-tembok jalan Jogja, maka dapat diidentifikasi beberapa geng sekolah di kota Jogja antara lain SMA 2 Jogja bermana “NoCaZta”, SMA 4 Jogja bernama “SMC”, SMA 5 Jogja bernama “Roever”, SMA 6 Jogja bernama “DEPAZTER “(Depan Pasar Terban), SMA 8 Jogja bernama “GNB”, SMA 9 Jogja bernama “GaNZa” SMA 11 Jogja bernama “REM” , dan SMU 10 bernama ”SMUTEN”. Sedangkan untuk sekolah swasta di Jogja adalah SMA Muhamadiyah 1 bernama “JOXZIN” (Joko Sinting) yang sekarang berganti menjadi “OESTAD”, Sedangkan geng SMU di daerah sub urban kota Jogja adalah SMA Banguntapan Bantul bernama “BGZ”, SMA 1 Kalasan bernama “SOC’S”, SMA 2 Ngaglik Sleman bernama “DBZ”, SMA 1 Depok Sleman bernama “BBC” dan masih banyak lagi lainnya.
Anggota geng sekolah, selanjutnya akan lebih sering saya sebut “mereka yang tersesat”, yang seharusnya belajar dengan baik ini tanpa mereka sadari telah menjerumuskan dirinya sendiri dalam jurang kehancuran. Sosialisasi mereka dengan lingkungan buruk, prestasi dan prestisi mereka di mata masyarakat juga ikut turun. Lalu apa manfaat yang didapatkan? Tidak ada! Kalaupun ada, itu hanya bersifat sementara dan selebihnya akan merugikan dirinya sendiri.
Keberadaan geng sekolah yang biasanya mengarah ke hal-hal negatif seperti tawuran, tentu akan sangat mengganggu siswa lain yang tidak terlibat secara langsung dalam geng. Misalnya, beberapa siswa yang cukup pandai dalam bidang akademik akan menjadi sasaran mereka yang tersesat dalam mengerjakan tugas sekolahnya sementara mereka yang tersesat lebih suka menyibukkan diri bersama teman satu geng untuk hal-hal yang sia-sia. Contoh lain pada geng perempuan, mereka akan mengganggu siswi lain yang mereka anggap sok pamer atau berusaha menyaingi mereka dalam hal penampilan. Apa yang saya paparkan ini baru sekelumit fakta yang saya ambil dari sebuah laman2. Di luar sana mungkin masih banyak kisah yang belum ketahui dan menunggu gilirannya untuk diangkat ke permukaan seperti halnya kasus geng Gazper ataupun geng Nero.

Kali ini Saya memposisikan diri sebagai siswa mempunyai pendapat sendiri berkaitan hal ini. Geng sekolah memang adalah sebuah anomali, tapi pasti ada penyebabnya. Remaja pada masa SMA kurang akrab dengan orang tua ataupun lingkungan rumah, dikarenakan pengaruh puber atau mungkin cara didik yang keliru. Kebanyakan orangtua memberi larangan ini itu, sehingga saya kira lumrah jika mereka merasa lebih nyaman dalam komunitas yang memiliki kesamaan karakter atau hobi dengan mereka. Namun, apabila kita mulai terusik dengan keberadaan geng yang menimbulkan kekacauan ini apalagi yang dapat kita lakukan?
Sebenarnya beberapa sekolah mempunyai mata-mata yang mengawasi perkembangan geng di masing-masing sekolah. Namun, banyaknya siswa yang terlibat dalam geng menyulitkan pihak sekolah untuk menertibkan mereka. Dalam hal ini pendekatan secara halus melalui dukungan dari orang tua bersama segenap warga sekolah bisa membantu mereka kembali ke jalur yang benar. Ibaratnya mereka adalah orang buta dan kita yang menuntun mereka agar tidak tersesat.
Lewat teman dekat hal ini mungkin dilakukan, tapi tentu kita harus pandai-pandai menjaga diri agar kita tidak ikut terjerumus atau paling tidak bisa membuat mereka mengerti kita tidak ingin terlibat dalam hal semacam ini. Hukum tarik-menarik dapat pula kita berlakukan. Berpikir positif, berlaku positif! Kita hendaknya tidak melihat dari sisi gelap saja, tapi juga dari sisi yang membuat kita melihat bahwa sebenarnya mereka ini berkilau dan memiliki kebaikan seperti halnya kita.
Dari ketertarikannya terhadap suatu hal kita dapat menjadi teman mereka dalam hal yang sama. Mungkin akan sulit pada awalnya. Tapi kita bisa dengan melibatkan “mereka yang tersesat” ke dalam rencana kita. Guru memfasilitasi untuk menyalurkan tenaga mereka yang berlebih ke hal-hal yang lebih positif, misalnya olahraga. Tapi semuanya kembali kepada mereka, apa yang mereka pilih untuk dipelajari lebih dalam. Seperti yang saya kutipkan di bawah ini, bahwas hobi dapat menjadi pelampiasan energi remaja agar tidak terjerumus ke jalan yang salah.
“Klub basket mereka bisa menjadi juara kompetisi bola basket, sepak bola, voly ball, dll.
Atau apabila dimungkinkan kita dapat melibatkan orang yang ahli dalam hal kejiwaan (psikolog\psikiater). Karena biasanya mereka akan sulit untuk mengungkapkan masalah sebelum menemukan orang yang cocok untuk berbagi. Mulailah pendekatan personal dari orang yang dianggap penting dalam geng tersebut. Karena ketika kita memulai dengan orang yang berpengaruh ini jalan kita selanjutnya akan lebih mudah. Selama ini mereka menganggap pimpinan geng sebagai orang yang paling benar dan harus mereka patuhi. Permasalahannya, mereka telah memposisikan orang yang salah sebagai panutan mereka. Saya lebih suka menyebut ini dengan orang tersesat yang mengikuti jalan orang buta!
Tindakan koersif seringkali menjadi senjata terakhir ketika suatu masalah menemui kebuntuan. Namun, kita tak boleh gegabah! Ada saatnya kita harus merenung dan membuka pikiran kita untuk hal-hal yang mungkin dapat menjadi jalan keluar dari permasalahan ini. Kita dapat menganalisis dengan mencari latar belakang fenomena yang marak di kalangan siswa ini. Sebenarnya apa yang membuat mereka yang tersesat melakukan kekerasan? Ini merupakan salah satu dampak globalisasi media yang tak terelakkan lagi. Tindak kekerasan yang sering ditampilkan televisi ‘mengilhami’ mereka untuk melakukan hal serupa. Seperti kita ketahui bahwa dalam perkembangannya remaja mengalami proses meniru apa yang mereka temui di sekitar mereka. Dalam kasus ini pemerintahlah yang paling bertanggung jawab. Kenapa kekerasan, pelecehan dan penghinaan menjadi dominan di sinetron-sinetron remaja yang menjadi tayangan unggulan di beberapa stasiun televisi?
Inilah yang menjadi titik akhir kita. Satu yang saya tekankan, yaitu kerja sama. Tanpa kerja sama semua akan sia-sia. Pemerintah, orang tua, guru, teman sebaya akan bersatu dalam menyelamatkan generasi muda yang tersesat. Setidaknya inilah impian saya. Tapi semoga ini juga menjadi impian seluruh komponen bangsa Indoneasia


BAB III
PENUTUP

 3.1. Kesimpulan
     Pada dasarnya remaja itu baik, akan tetapi mereka menghadapi banyak masalah, yang kadang mereka tida sanggup untuk mengatasinya sehingga terjadi penyimpangan perilaku yang disebut kenakalan. Dalam penanggulangan kenakalan remaja, kita perlu menggunakan pendekatan psikologis. Mulai dari pamahaman tentang kenakalan remaja dan mencari latar belakang terjadinya, agar kita tidak melihat tindakan tanpa mengetahui berbagai faktor penyebabnya baik yang timbul akibat perubahan yang terjadi pada diri remaja maupun yang datang dari luar.
     Oleh karena itu dalam penanggulangan kenakalan remaja bukan dengan hukuman atau ancaman tetapi dengan membantunya untuk mencari penyelesaian masalah dengan cara yang baik dan tidak bertentangan dengan hukum dan ajaran agama.
Keluarga mempunyai peranan penting dalam menciptakan ketentraman batin remaja. Dalam menghadapi kenakalan remaja, orangtua yang bijaksana dapat memahami keadaan remaja dan membantunya mengatasi persoalan yang dihadapinya.
     Guru di sekolah juga mempunyai peranan penting dalam membantu remaja dalam mengatasi kesulitannya. Keterbukaan hati guru menerima keadaannya menjadikan remaja sadar akan sikap dan tingkah lakunya yang kurang baik.

3.2. Saran
Kenakalan remaja semakin populer dan menjadi masalah yang 'lumrah ' di era modern ini.
hal ini akan semakin sulit untuk ditanggulangi jika perilaku tersebut sudah menjadi budaya dan kebiasaan remaja. atau remaja yang bersangkutan sudah jauh berada di dalam kubangannya (Kenakalan Remaja).
Walaupun kenakalan remaja diangap lumrah dan lazim dilalui oleh remaja serta merupakan aspek Perkembangan dalam krun masa tahap2 perkembangannya, namun kenakalan remaja ini bukanlah hal perkembangan yang mutlak harus dilalui oleh remaja.hal ini tentunya juga dapat dicegah atau minimal dikurangi dengan pendekatan2 emosional serta ikatan hubungan yang baik dari lingkungan sosialnya, dalam hal ini khususnya keluarga dan orang tua sebagai lingkungan sosial terdekatnya.karena dengan begitu, para remaja(anak) akan merasa diperhatikan, dipedulikan, yang kemudian akan dapat membantu para remaja itu untuk menemukan identitas dirinya dalam proses identifikasi diri.
Komunikasi yang intens juga sangat membantu anak untuk mengenali dan memahami masalah yang dihadapinya serta merasa aman dan nyaman ketika bersama orang2 terdekatnya. Karena tidak jarang, kenakalan remaja disebabkan oleh rasa frustasi, kesulitan mencari sosok yang dapat dijadikan panutan dalam pola hidupnya serta kesukaran dalam penyesuaian terhadap perubahan2 dan perkembangan yang terjadi pada dirinya, baik dari aspek fisik maupun mentalnya dengan lingkungan sosialnya



http://kethip011.wordpress.com/2010/10/01/geng-sekolah-di-jogja.
http://ilmu27.blogspot.com/2012/08/makalah-kenakalan-remaja.html
http://software-comput.blogspot.com/2013/04/makalah-kenakalan-remaja.html
Dalyono m.2007.psikologi pendidikan. Jakarta. Rineka cipta
Suryabrata, sumardi. 2004.psikologi pendidikan. Jakarta. Pt. raja grafindo persada
Suganto, agus. 1993.psikilogi umum. Jakarta. Bumi aksara











 
 
SABTU, 20 APRIL 2013 | 12:13 WIB

Habis Geng Lama, Terbitlah Geng Baru

 
Ilustrasi geng motor. TEMPO/Iqbal Lubis
TEMPO.CO, Yogyakarta - Geng-geng lama seperti Joxzin (JXZ), Trah Buthek (TRB), Q-Zruh (QZR), dan geng lainnya di Yogyakarta mulai meredup sejak tahun 1992. Kini geng-geng di Yogya berevolusi menjadi bentuk lain, yakni geng pelajar dari sekolah masing-masing yang mulai bermunculan.

Geng Oestad, salah satunya, berisi siswa-siswa asal SMA 1 Muhammadiyah Kota Yogyakarta. "Oestad hanya dari sekolah ini saja," kata Fathya Fikri, mantan Ketua I Ikatan Pemuda Muhammadiyah Ranting SMA 1 Muhammadiyah, Kamis, 18 April 2013 siang.

Oestad, kata dia, berdiri sekitar tahun 1997. Mereka kumpulan pelajar yang ingin menunjukan eksistensi diri saja. Di sekolah SMA Muhammadiyah lain, terdapat geng pelajar yang berbeda. "Kalau di Muha (SMA Muhammadiyah 2) namanya Ranger, di Muga (Muhammadiyah 3) namanya Grixer," kata dia.

Meski berasal dari sesama sekolah Muhammadiyah, menurut dia, tak jarang geng itu saling serang dan tawuran. "Sukangumpul-ngumpul," kata dia. "Satu-dua kejadian menyerang ke sekolah."

Dengan cara menggandeng Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), menurut dia, pihak sekolah sebenarnya telah meredam keberadaan geng-geng pelajar. Siswa yang ketahuan ikut geng, dikeluarkan dari sekolah. Setidaknya sudah 5-6 teman seangkatannya sudah dikeluarkan sekolah gara-gara ikut geng.

Untuk meredam aktivitas tawuran pelajar, kata dia, IPM berupaya melibatkan mereka dalam kegiatan-kegiatan. "Kami tak pernah menganggap mereka musuh, mereka teman kami juga," kata dia.