Harta waris adalah harta yang ditinggalkan atau yang diberikan oleh pewaris kepada warisnya, baik yang dapat dibagi maupun yang tidak dapat dibagi. Harta waris dapat dibagi dalam empat bagian, yaitu : harta asal, harta pemberian, harta pencaharian, hak dan kewajiban yang diwariskan.
1. Harta asal
Harta asal adalah harta yang diperoleh
atau dimiliki oleh pewaris sebelum perkawinan yang dibawa kedalam perkawinan,
baik harta itu berupa harta peninggalan maupun harta bawaan.
Harta peninggalan dapat dibedakan harta
peninggalan yang tetap tak terbagi dan harta peninggalan yang dapat dibagi,
demikian juga harta bawaan ada harta bawaan di isteri dan harta bawaan suami.
Di Minangkabau dikenal harta pusaka
tinggi seperti rumah gadang, sawah atau peladangan. Dalam masyarakat
matrilinial ini harta pusaka adalah kepunyaan kaum dimana ibu sebagai pusat
pengusaannya. Harta peninggalan ini tidak mungkin dimiliki secara perseorangan
melainkan secara bersama memilikinya bagi para anggota kerabat dari pihak ibu
tersebut.
Terhadap harta kerabat di Minangkabau
atau di Hitu Ambon penguasaannya dipimpin oleh mamak kepala waris di
Minangkabau, kepala dati di Hitu. Selain faktor-faktor di atas, harta
peninggalan tak terbagi karena harta tersebut hanya diperuntukkan penguasaannya
untuk diurus seperti dalam masyarakat patrilinial beralih-beralih di Bali harta
peninggalan dikuasai oleh anak laki-laki yang tertua yang menggantikan
kedudukan orang tua untuk mengurusi dan memelihara saudara-saudaranya, atau di
Semendo yang menganut sistim matrilinial harta peninggalan hanya dikuasai dan
diurus, tidak dapat dipindah tangankan, pada umumnya banyak harta peninggalan
tetap tinggal tidak dibagi-bagi dan disediakan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan materiil keluarga yang ditinggalkan”. ( R,Soepomo, 1980 :
hlm.81).Sedangkan harta peninggalan yang dapat dibagi pada umumnya terdapat
pada masyarakat patrilinial di Batak, dan masyarakat bilateral di Jawa, dan
tidak menutup kemungkinan di daerah-daerah yang harta peninggalan tersebut di
atas karena pergeseran zaman dan merenggangnya sistim kekerabatan harta
tersebut dibagi, namun pada prinsipya tidak dapat dibagi. Demikian
juga di Semende yang menjadi harta yang tak terbagi atau tetap terbagi-bagi
hanya harta tunggu tubang saja, sedangkan harta diluar harta tubang dapat
dibagi. Harta yang dapat dibagi biasanya merupakan harta pencaharian atau harta
bawaan.
Harta bawaan adalah harta yang dimiliki
oleh suami atau isteri sebelum perkawinan. Oleh sebab itu dibagi antara harta
bawaan suami dan harta bawaan isteri. Harta bawaan itu ada yang terikat dengan
kerabat dan ada yang tidak terikat dengan kerabat. Harta bawaan yang terikat
dengan kerabat seperti harta pihak suami yang dibawa pihak suami yang dibawa ke
tempat kediaman isterinya (matrilokal) dalam masyarakat matrilinial di
Minangkabaum harta yang diberikan kepada anak perempuan selagi masih gadis di
Batak yang dibawa menetap di tempat kediaman suaminya (patrilokal) yang
dinamakan tano atau saba bangunan. Harta bawaan yang tidak terikat dengan
kerabat, karena harta itu hasil pencaharian si suami selagi masih bujang (harta
pembujangan, Sumatera Selatan), harta penantian bagi si isteri semasa gadis
atau guna kaya di Bali baik harta perempuan ataupun harta laki-laki.
Kedua harta ini dalam masyarakat kita
mempunyai kedudukan yang berbeda sesuai dengan bentuk masyarakat itu.
2. Harta pemberian
Harta pemberian adalah harta yang
dimiliki oleh pewaris karena pemberian, baik pemberian dari suami bagi si
isteri, pemberian dari orang tua, pemberian kerabat, pemberian orang lain,
hadiah-hadiah perkawinan atau karena hibah wasiat. Harta pemberian
dibedakan dengan harta asal, sebab harta asal telah ada sebelum perkawinan
sedangkan harta pemberian ada setelah perkawinan. Harta pemberian orang tua,
dalam beberapa masyarakat terikat dengan kerabat, seperti harta pemberian si
bapak kepada anak perempuannya sewaktu gadis ini Batak atau selagi anak
tersebut dalam perkawinan (saba bangunan, pauseang, indahan arian), bila si
isteri ini meninggal dan tidak mempunyai anak, maka harta ini akan kembali pada
kerabatnya.
Harta pemberian orang lain, seperti pemberian dari teman sekerja.
Harta pemberian orang lain, seperti pemberian dari teman sekerja.
Bila harta pemberian tersebut ditujukan
kepada salah satu pihak suami-isteri, sama halnya dengan pemberian kerabat
hanya saja motif pemberiannya berbeda. Pemberian kerabat biasanya didasarkan
rasa kasihan, welas asih atau tolong-menolong, sedangkan pemberian orang lain
karena rasa persahabatan dan sebagainya.
3. Harta pencaharian
Harta pencaharian adalah harta yang
diperoleh oleh suami-isteri, suami saja atau isteri saja dalam perkawinan
karena usaha dari suami-isteri atau salah satu pihak. Secara umum harta yang
diperoleh dalam perkawinan adalah harta bersama suami-isteri, tetapi dalam
beberapa masyarakat ada harta pencaharian suami saja, atau harta pencaharian si
isteri saja disebabkan bentuk perkawinan dan sistim kekerabatannya.
Di Minangkabau harta bersama dikenal
harta suarang, di Jawa gono-gini, di Kalimantan harta perpantanganm di Bugis
dan Makasar dikenal cakkara. Harta bersama dapat bertambah karena harta
bawaan, harta pemberian, dan harta lain yang diperuntukkan untuk keluarga yang
diberikan tersebut.