Sistem parental ini di Ri dianut di
banyak daerah, seperti: Jawa, Madura, Sumatera Timur, Riau, Aceh, Sumatera
Selatan, seluruh Kalimantan, seluruh Sulawesi, Ternate, dan Lombok. Berbeda
dengan dua sistem kekeluargaan sebelumnya yaitu sistem patrilineal dan sistem
matrilinial, sistem kekeluargaan parental atau bilateral ini memiliki ciri khas
tersendiri pula, yaitu bahwa yang merupakan ahli waris adalah anak laki-laki
maupun anak perempuan. Mereka mempunyai hak yang sama atas harta peninggalan
orangtuanya sehingga dalam proses pengalihan sejumlah harta kekayaan dari
pewaris kepada ahli waris, anak laki-laki dan anak perempuan mempunyai hak
untuk diperlakukan sama. Tiga bentuk sistem kekeluargaan yang sangat
menonjol senantiasa merupakan contoh pembahasan.
Hukum warisan parental atau bilateral
adalah memberikan hak yang sama antara pihak laki-laki dan pihak perempuan,
baik kepada suami dan istri, serta anak laki-laki dan anak perempuan termasuk
keluarga dari pihak laki-laki dan keluarga pihak perempuan. Ini berarti bahwa
anak laki-laki dan anak perempuan adalah sama-sama mendapatkan hak warisan dari
kedua orang tuanya, bahkan duda dan janda dalam perkembangannya juga termasuk
saling mewarisi.
Bahkan proses pemberian harta kepada
ahli waris khususnya kepada anak, baik kepada anak laki-laki maupun anak
perempuan umumnya telah dimulai sebelum orang tua atau pewaris masih hidup. Dan
sistem pembagian harta warisan dalam masyarakat ini adalah individual artinya bahwa
harta peninggalan dapat dibagi-bagikan dari pemiliknya atau pewaris kepada para
ahli warisnya, dan dimiliki secara pribadi.
Sifat sistem hukum kewarisan adat
parental atau bilateral yang pada umumnya di pulau Jawa, termasuk Jawa Timur,
Jawa Tengah, Jawa Barat dan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sebenarnya dapat
dilihat dari beberapa segi; pertama segi jenis kelamin, ini dapat dibagi dua
kelompok, pertama kelompok laki- laki dan kelompok perempuan. Kedua segi
hubungan antara pewaris dengan ahli waris. Dari segi ini juga ada dua kelompok
pertama yaitu kelompok ahli waris karena terjadinya ikatan perkawinan suami dan
istri. Kelompok kedua adalah kelompok hubungan kekerabatan, karena adanya
hubungan darah ini ada tiga yaitu kelompok keturunan pewaris, seperti anak
pewaris, cucu pewaris, buyut pewaris, canggah pewaris dan seterusnya ke bawah
sampai galih asem. Kelompok asal dari pada pewaris, yaitu orang tua dari
pewaris, seperti ayah dan ibu dari pewaris, kakek dan nenek pewaris, buyut
laki-laki dan buyut perempuan pewaris, dan seterusnya ke atas dari pihak
laki-laki dan perempuan. Dan kelompok ketiga adalah hubungan kesamping dari
pewaris, seperti saudara-saudara pewaris, baik laki-laki maupun perempuan
seterusnya sampai anak cucunya serta paman dan bibi seterusnya sampai anak
cucunya, dan siwo atau uwa laki-laki dan perempuan sampai anak cucunya.
Dalam sistem hukum warisan parental
atau bilateral juga menganut keutamaan sebagai mana sistem hukum warisan
matrilinial. Menurut Hazairin ada tujuh kelompok keutamaan ahli waris parental
atau bilateral, artinya ada kelompok ahli pertama, kelompok ahli waris kedua,
kelompok ahli waris ketiga dan seterusnya sampai kelompok ahli waris ketujuh.
Atas dasar kesamaan hak antara
laki-laki dengan perempuan, sehingga perolehan harta warisannya tidak ada
perbedaan, yaitu satu berbanding satu, maksudnya bagian warisan laki-laki sama
dengan bagian perolehan perempuan. Namun dalam perkembangannya hukum warisan
adat parental khususnya di Jawa kelompok laki-laki dengan kelompok perempuan
bervariasi ada dua berbanding satu, artinya laki-laki mendapat bagian dua
bagian dan perempuan mendapat satu bagian. Adanya variasi itu karena
terpengaruh ajaran agama Islam, karena hukum warisan Islam perolehan harta
warisan antara laki-laki dengan perempuan dua berbanding satu, artinya
laki-laki mendapat dua bagian, sedangkan perempuan mendapat satu bagian, (lihat
Qur‘an Surat An-Nisa‘ ayat 11 dan 12).
Dengan adanya perubahan perolehan harta
warisan antara laki-laki dengan perempuan, ini membuktikan bahwa hukum warisan
adat parental khususnya di Jawa telah mendapat resepsi dari hukum Islam,
meskipun dalam praktek belum seluruhnya mayarakat merecepsi hukum warisan
Islam.
Sifat masyarakat parental adalah
masyarakat yang anggota- anggotanya menarik garis keturunan melalui garis ibu
dan garis bapak. Pola pembagian harta waris :
1.
Pertama, jika salah satu meninggal, harta warisan dibagi menjadi dua, yaitu
harta benda asal ditambah setengah harta benda perkawinan. Ahli warisnya adalah
:
a.
Semua anak- anaknya (laki- laki atau perempuan) dengan bagian sama rata,
b. Bila
tidak beranak, maka harta benda bersama jatuh pada yang masih hidup,
c.
Bila ada anak, maka harta asal jatuh pada famili yang tertua dari yang
meninggal (orang tua), bila yang tertua tidak ada, harta asal jatuh pada
ahliwaris kedua dari kedua orangtua tersebut (saudara laki- laki).
2.
Kedua, jika keduanya meninggal tanpa anak, harta benda bersama jatuh pada
famili kedua belah pihak.